Selasa, 29 Januari 2013

Night in "Cafe Baca Asyariah"

Night in "Cafe Baca Asyariah" online bersama pengurus cabang PMII Polman.

MAHASISWA UNASMAN DIAMBANG EKSEKUSI

o




Oleh : Muh. Rivai Afif
(Aktivis Padepokan Sastra Empu Tantular-Sulbar)

Eksekusi telah dibacakan oleh pihak pengadilan negeri polewali. Harapan untuk mempertahankan kampus tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Satuan Polisi Brimob mendahului langkah mahasiswa untuk menguasai kampus. Titik-titik strategi pun mereka duduki secara sempurna. Sehingga mahasiswa tidak dapat mendekat ke area kampus Unasman.

Sebahagian besar mahasiswa tidak dapat menyaksikan saat pembacaan eksekusi berlangsung.Hanya kepasrahan yang tampak di raut muka para mahasiswa, dengan harapan agar kepastian akan eksistensi mereka segera mewujud. Tentu semua harapan itu terkait dengan status kemahasiswaan mereka pasca eksekusi Kampus Unasman.

Mengingat usaha mahasiswa dengan menggelar berbagai aksi, dengan menduduki setiap kantor pemerintah setempat demi menolak putusan Mahkamah Agung yang bermuara pada eksekusi (3/1/2013, red) atas universitas terbesar di Provinsi Sulawesi barat. Sebuah putusan yang telah Merenggut satu nyawa dari salah satu dosen beberapa waktu lalu.
Sampai sekarang belum ada yang tahu pasti. Tentang siapa pelaku di balik penembakan tersebut.

Komnas HAM yang diturunkan kelokasi. Juga utusan dari DPR. Sebagai penengah untuk mendamaikan kedua belah pihak. Akan tetapi tidak mampu mengurungkan niat. oleh pihak penggugat terutama Prof KH Muis Kabri yang tidak mau menandatangani hasil kesepakatan bersama. Tentang mengenai bagi hasil. Padahal sudah ada beberapa pihak yang telah menyetujui. Tapi pihak penggugat tetap bersih keras untuk mengeksekusi kampus unasman.
Pada waktu mahasiswa unasman turun menjalankan aksi ke pemerintah daerah (pemda). Sebagai aksi damai. Meminta kepada pemerintah untuk ikut andil dalam kasus tersebut. Mengambil peran sebagai penengah. Tapi malah tidak dihiraukan sama sekali. Seharusnya sebagai pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang diinginkan oleh rakyatnya.

Kini mahasiswa diambang berbagai pertanyaan. Apakah ketika bila eksekusi telah jatuh. Perkuliahan tetap jalan atau malah sebaliknya. Pertanyaan ini telah dijawab oleh penanggung jawab unasman yaitu pak lupiran. Dalam pernyataanya bahwa unasman tetap ada dan perkuliahan tetap di jalankan. Untuk mahasiswa tidak ada kerugian di dalamnya.

Seru dan Hangat Diskusi Film "Sang Penari" Cafe Baca Asyariah


 

POLEWALI, --Gelaran diskusi yang dibesut oleh Cafe Baca Asyariah Mandar bekerjasama dengan Dosen dan Mahasiswa Teori Sastra Prodi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman), (23/01) malam lalu, berlangsung hangat dan seru.

Hal itu tampak dari antusiasme peserta diskusi dalam melontarkan pertanyaan pada sesi respon peserta seusai nonton bareng film itu.

Muhammad Subair Sunar bersama Muhammad Syariat Tajuddin yang tampil sebagai teman diskusi film tersebut sama menyebutkan bahwa sebagai sebuah film yang diangkat dari novel Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) itu berhasil mengantarkan penonton kepada kenyataan lain dari tradisi film-film Indonesia.

"Film ini hampir tidak memiliki celah dan kekurangan, itu tampak dari kemampuan sutradaranya dalam memotret kenyataan yang ada dalam novel RDP itu. Utamanya kenyataan kehidupan masyarakat Dukuh Paruk sebagaimana yang ada dalam novel dan ini jelas berbeda dengan banyak film yang kini ditawarkan ke penonton Indonesia," urai Subair.

Sementara itu, Syariat yang menjadi pembicara kedua pada diskusi film yang dipandu Muhammad Syaeba, Dosen Teori Sastra FKIP Unasman itu menyebutkan, film yang diangkat dari novel seringkali mengalami kegagalan dalam menangkap pesan nyata yang ada dalam novel. Namun itu hal itu lumrah saja dalam sebuah film yang bersumber dari novel, sebab film secara teknis harus menghitung baik durasi, penokohan dan penyimbolan yang tertayangkan kepada penonton.

"Saya kira mengangkat secara utuh novel ke dalam film akan akan sulit untuk dilakukan, sebab mediumnya saja sudah berbeda. Belum lagi problem teknis lainnya yang harus disesuaikan dengan seni sinematografhy," urai Syariat.

Namun, baik Subair maupun Syariat sama berpendapat bahwa film ini telah mampu menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat Indonesia, ditengah gencarnya film-film yang berkecenderungan menayangkan penomena kota. Sedang dalam film Sang Penari ini yang tampak justru adalah realitas kampung yang tradisional mistis, realitas sejarah dan realitas sosio kultural masyarakat Banyumas.

Tak urung, acara nonton dan diskusi yang digelar sejak pukul 19.30 hingga pukul 23.30 itu menuai banyak pertanyaan dari peserta yang direspon serius serta seru pula oleh kedua pembicara.[ran/***] 

(Diunduh dari kabarmandar.com)

Novel Baru Kak Syaprillah (Pepi)