Selasa, 29 Mei 2012

AMPIS: Taman Budaya Harus di Tinambung Bukan di Mamuju

Laporan : Muh.Ilham


Aliansi Mahasiswa Peduli Sulawesi Barat (AMPIS) yang terdiri dari APPBM Sulbar, Garda Teluk Mandar, Rumpun Pemuda Luyo, dan APM Balanipa memblokade jalan trans Sulawesi tepat di depan lapangan pancasila Polewali, Selasa (29/05).

Dalam aksinya, AMPIS Sulbar mengecam keras kepemimpinan Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh (AAS) dan seluruh kroninya karena dianggap gagal memimpin provinsi Sulbar dan menyatakan harus dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur.

Beberapa alasan yang membuat massa AMPIS mengutuk kepemimpinan AAS tiada lain, sejak di bentuknya Sulawesi Barat pada tahun 2004 silam hingga menjabat kembali pada tahun 2011 setahun lalu, belum terlihat jelas perubahan yang signifikan dari berbagai sektor, baik itu dibidang kesehatan, pendidikan, dan sosial Budaya.

Misalnya saja di bidang budaya, kasus Pulau lerelerekang yang kini menjadi kemelut antara pemerintah Kabupaten Majene (Sulbar) dengan Pemerintah Kalimantan Selatan (Kalsel.

Lebih ironi lagi,seperti yang disampaikan Suryananda selaku Kordinator Lapangan (Korlap)---- rencana pembangunan PLTA Di Kalumpang Mamuju sangat tidak berpihak kepada rakyat Sulbar karena akan merusak tatanan ekosistem dan situs Kalumpang yang merupakan salah satu peradaban sejarah di Sulbar terkhusus lagi di Kalumpang dan Bonehau.

Kemudian, menjadi sorotan utama dari aksi yang berlansung dari pukul 10.00 pagi hingga pukul 02.00 yakni rencana pemprov Sulbar yang seolah memaksakan pembangunan Taman Budaya di kota Mamuju.

Sesuai informasi yang didapatkan penulis bahwa draft pembentukan Provinsi Sulbar menyepakati pembangunan Taman Budaya di daerah Tinambung bukan di Kota Mamuju sehingga para elemen masyarakat Mandar (Sulbar, serta para penggiat budaya di Sulbar sangat kecewa lantaran Pemprov Sulbar sepertinya akan mengingkari janji tertulis tersebut.

" Keberadaan taman budaya adalah kebutuhan mendesak yang harus segera diwujudkan. Tetapi oleh pemerintah provinsi menganggap taman budaya bukan sesuatu hal yang mendesak, pendirian taman budaya di Mamuju adalah pengingkaran atas kesepakatan antara budayawan dan seniman dengan pemerintah Sulawesi Barat 24 Nopember 2008 silam" teriak Surya dengan lantang dalam orasinya.

Lebih jauh, kekecewaan masyarakat dan para penggiat kebudayaan ini, juga telah disampaikan kepada pihak legislatif Sulbar. Bertahun-tahun masyarakt sudah menunggu janji pembangunan taman budaya, namun sampai sekarang janji itu tak jua diwujudkan. Malahan, rencana pembangunan taman budaya dan gedung kesenian seditempatkan di daerah Simboro, Mamuju.

Pemprov beralasan, taman budaya harus didirikan di Mamuju sebagai ibukota Sulawesi Barat. Dan kita ketahui bersama, lahirnya kesepakatan taman budaya di bekas kerajaan Balanipa Mandar karena di Balanipa memilliki sejarah panjang budaya Mandar ditambah lagi di Balanipa tumbuh subur kegiatan seni budaya. Terbukti dua tahun berturut-turut---2008 dan 2009 tim dari Kabupaten Polewali Mandar (Polman) yang mewakili provinsi Sulawesi Barat meraih juara di festival budaya nusantara di Istana Senayan Jakarta.

Adapun bunyi pernyataan sikap dari massa AMPIS yaitu:


1.Mengecam dan menolak keras pembangunan Taman budaya Di mamuju oleh karna telah melanggar kesepakatan awal.

2.Kami minta DPRD Sulbar segera meminta penjelasan ke Pemprov Sulbar mengnai hal ini dan Mendesak agar taman budaya dibangun di daerah kesepakatan awal Balanipa (Polman)

3.Mendesak Gubernur Sulbar Agar segera membatalkan pembangunan taman budaya di Mamuju dan mebangunya di Balanipa Polman

4.Meminta kepada ketua DKM agar turun dari jabatanya sebab hanya bisa mnyandang jabatan dan tidak bergerak apapun.

5.Jika tuntukan kami tidak dipenuhi dalam kurung waktu 3 x 24 jam, maka kami akan turun dengan masaa yang lebih besar lagi, serta menyatakan mosi tidak percaya kepada DPRD Polman dan DPRD provinsi, Pemprov sulbar termasuk gubernur Anwar Adnan Saleh, yang dengan rencana ini merupakan penghianat besar terhadap Tanah Mandar dan masyrakatnya.

6.Meminta Anwar Adnan Saleh agar segera mundur dari jabatanya sebagai Geburnur Sulawesi Barat


Penulis adalah mahasiswa Unasman dan aktif di APPBM Sulbar

Jumat, 25 Mei 2012

MAHASISWA, DI KAMPUS MATI


Puisi Andi Muliadi

Panji-panji kemerdekaan kekal di tapak tangan mahasiswa
Menyerukan kebenaran
Tapi masih banyak juga mahasiswa bungkam
Menatap anjing-anjing yang menggonggong
Di jendela kaca

Bilur mahasiswa melebar
Setelah haknya di makan
Oleh lekuk bibir yang ganas
Sementara pena yang bersarang di jari yang gemulai
Patah digigit kewajiban

Petuah –petuah nan elok
Ialah anjing yang bersarang di selangkangan
Sedang senyum yang mempesona ialah candu
Mematikan
Mata yang buta di kampus mati
Akan menjadi bangkai di depan orang tua
Saat itu juga nama dan gelar akan menjadi kaleng-kaleng
Tak berisi di jalan

Mahasiswa di kampus mati
Yang tak membasuh wajah dan mendengar
Tak ubahnya berpijak di liang kubur
Menanti batu nisannya diukir oleh tangan-tangan kuasa

Polewali.1.februari.2012

Andi Muliadi Mahmud
(Mahasiswa Bahasa Indonesia angkatan 2009
dan warga Padepokan Sastra Mpu Tantular)

Kamis, 24 Mei 2012

Mbah Lim Kembali Ke Peraduan Sang Khalik


Yogyakarta---Innalillohi wainna iloihi rojiun. Kiai sepuh Nahdlatul Ulama (NU) asal Klaten, Jawa Tengah: KH. Rifai Muslim Imam Puro atau yang karib disapa Mbah Lim kembali ke peraduan sang khalik. Beliau mangkat di Rumah Sakit Islam (RSI) Klaten, kamis pagi (24/5) dalam usia 91 tahun.

Kiai fenomenal ini meninggalkan seorang istri serta delapan putra dan putri. Yakni Hj. Siti Choiriyah (61), KH.Jalaluddin Moslim (59), KH.Saifuddin Zuhri Moeslim (57), Choiri Qomaruddin (54), Hj.Siti Lailatul Qodriyah (52), Hj. Siti Choirul Bariyah (50), KH.Choiri Fatullah ((48), dan Dyah Permata Nawaksa Roro Nursiyah (44).
Sesuai rencana, almarhum tadi siang dimakamkan di kompleks pondok pesantren (Ponpes) Al-Muttaqqin Pancasila Sakti di Troso, Sumberjo, Karanganom, Klaten, Jawa Tengah.

Dimata Nahdliyin, seperti yang dikemukan M. Kholid, alumni Ponpes Tebuireng Jombang yang kini bekerja di penerbitan dan percetakan LKiS Yogyakarta. Ia mengemukakan bahwa almarhum Mbah Lim merupakan sosok begitu bersahaja dan sangat kharismatik di mata umat. Sehingga dengan berpulangnya sang kiai, membuat Nahdliyin merasa sangat kehilangan.

“Sebagai Nahdliyin, kami sangat merasa kehilangan dengan kepergian beliau. Mengingat petuah-petuah bijaknya banyak memberikan kami spirit berharga dalam mengarungi kerasnya kehidupan. Dan itu tidak akan mungkin kami lupakan” ujar M. Kholid sore tadi saat diwawancarai Cafe Baca Asya'riah di kantornya Jl. Parangritis, KM, 4,4 Sewon, Bantul Yogyakarta.(ar)

Selasa, 15 Mei 2012

Potensi Kerjasama Pemuda Islam-Kristen-Katolik Berbasis Rumah Ibadah di Kabupaten Polman




Oleh: Muhammad Arif

Dalam beberapa tahun terakhir ini, marak terjadi kasus-kasus intoleransi yang melibatkan beberapa kelompok keagamaan tertentu. Data yang dihimpun penulis dari berbagai sumber, menyebutkan bahwa sedikitnya terjadi ratusan kasus konflik agama, sejak tahun 1998 hingga penghujung tahun 2010.

Di Sulawesi Barat sendiri, tepatnya tahun 2003, pernah terjadi tragedi mencekam yang melibatkan dua penganut agama terbesar ---Islam dan Kristen. Tragedi berdarah yang dikenal dengan sebutan konflik ATM (Aralle, Tabulahan, Mambi) merupakan salah satu kasus konflik yang menjadikan agama sebagai tumbal atas kepentingan kelompok ekstrim yang tidak ingin melihat kedua agama ini saling hidup berdampingan.

Dan akibat konflik tersebut, kala itu banyak pengungsi yang memilih meninggalkan kampung halamannya untuk bermigrasi ke tempat yang lebih aman. Dari banyaknya warga ATM yang mengungsi, banyak yang memilih Kota Polewali sebagai tempat untuk memulai kehidupan yang aman, damai, tentram, dan jauh dari ancaman konflik..

Peta Keagamaan Kabupaten Polman

Kabupaten Polewali Mandar sendiri merupakan sebuah permadani masyarakat yang multikultur. Kemultikulturan tersebut bisa diamati dari beragamnya suku, bahasa, dan agama yang berdiam di kota ini. Apalagi kabupaten yang sebagian besar dihuni oleh orang Mandar ini merupakan miniatur pertemuan beberapa suku karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Kabupaten Majene, Mamasa dan Pinrang Sulawesi Selatan.

Kemultukulturan ini juga ditambah dengan semakin menjamurnya pendatang yang hidup menetap di Ibukota Kabupaten yakni Polewali. Hal itu bisa kita amati dengan adanya kantung perkampungan di pinggiran kota yang membentuk getto tersendiri. Misalnya di daerah Madatte dan Pekkabata yang banyak dihuni pengungsi konflik ATM asal Mambi, dan di daerah Madatte terutama di jalan Perumtel, warga muslim dan Kristen hidup berbaur. Bahkan, ada salah satu rumah yang melakukan pernikahan beda agama. Dan komunitas Toraja-Mamasa yang berdiam di daerah Mambulilling, Tanro, Mammi, dan sebagian Pekkabata. Dan letak rumah ibadah (gereja) tidak terlampau jauh dari warga Muslim.

Ditinjau dari segi agama, berdasarkan data yang penulis himpun dari kantor Kementerian agama (Kemenag) Polewali Mandar (Polman) Tahun 2011, ada tiga agama yang berkecimpung dan menyebar di beberapa kecamatan Yakni: Islam, Kristen, dan Katolik serta sebagian kecil Hindu (sangat sedikit---jumlahnya 4 orang).

Jumlah pemeluk agama di Kecamatan Polewali berjumlah 95.157. Dengan rincian: Islam sebanyak 45.073, Kristen 2.032, dan Katolik 742. Menyusul kecamatan Wonomulyo: Islam 44.859, Kristen 1.903, Katolik 294. Kecamatan Binuang: Islam 26.863, Kristen 824, Katolik 302. Kecamatan Anreapi: Islam, 7.359, Kristen 254, Katolik 341. Kecamatan Matakali: Islam 19.254, Kristen 686, Katolik 11, Hindu 4. Kecamatan Tapango: Islam 20.973, Kristen 178. Kecamatan Matangnga: Islam, 4.873, Kristen 168, katolik 115, Kecamatan Tinambung: Islam 23.375, Katolik 4. Sedangkan di tujuh kecamatan yakni Balanipa, Mapilli, Campalagian, Tutar, Limboro, Alu, 100 persen dihuni oleh agama Islam. Sedangkan satu kecamatan lainnya yakni Luyo, tepatnya di desa Batupanga Daala, sebenarnya sejak 2011 telah bermukim warga pendatang yang beragama Kristen .

Akan tetapi, penulis belum mendapati data tertulis mengenai jumlah pemeluknya. Tetapi menurut penuturan salah satu warga yang ada di desa Luyo, bernama Rudi, jumlah pemeluk Kristen di desa Batupanga Daala, sekitar 5 Kepala Keluarga (KK), dan ini juga yang disayangkan penulis karena luput dari pendataan kemenag Polman.

Dengan persebaran ketiga agama tersebut, maka keberadaan rumah ibadah juga menjadi keniscayaan. Jumlah mesjid di Polman sebanyak (722), Mushallah (51), langgar (1) Gereja Kristen (48), dan gereja Katolik (9). Sedangkan rohaniawan agama bila dirinci : Ulama (42), Muballigh (635), Pendeta (48) dan pastor (9).

Agama dan Kerjasama

Potensi kerjasama dapat dilihat dari adanya kesamaan ajaran yang diajarkan dari ketiga agama ini. Seperti misalnya dalam agama Islam sendiri mengajarkan akan penghargaan terhadap sesama manusia (Hablumminannas) dan seluruh alam semesta (Hablumminal alam). Konsep ini dalam rangka tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi (Khalifatul Fil Ardh).

Mengutip pendapat Basnang Said yang menyebutkan bahwa hal-hal yang menyangkut kesejahteraan, keselamatan, dan keamanan manusia termasuk masalah yang berkaitan dengan pendidikan tidak cukup dipikirkan oleh sekelompok masyarakat atau bangsa tertentu. Tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Pendapat Basnang ini bersumber dari :

Qs. Surah Al-Anbiya (21):92 “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah Aku,

Didalam Islam sendiri dikenal istilah konsep “Mabadi’ Khaira Ummah”, dimana konsep ini merupakan penggambaran manusia Islam yang selalu mentransformasikan nilai-nilai humanisme, toleransi, dan penghargaan terhadap sesama. Konsep ini termanifestasikan dalam sebuah pola pikir dan tindakan yang dinamakan, At Ta’awun (bermitra strategis) atau mau bekerja sama dengan kelompok lain. Konsep Ta’awun tidak memandang perbedaan agama, suku, dan ras. Melainkan lebih memandang siapapun sebagai sesame warga Negara dan bangsa. Karena sikap ini berdampingan dengan semangat persaudaraan (Al Ukhuwah), baik antara sesame manusia (Ukhuwah Basyariah), antar bangsa (Ukhuwah Wathaniyah), antar sesama agama (Ukhuwah Islamiyah).

Ada juga pendapat yang disampaikan oleh Abdul Kadir Ahmad yang mengatakan kemungkinan kerjasama antara Islam dengan pemeluk agama lain sangat dianjurkan, apalagi terkait dengan kemaslahatan sosial. Pendapat ini didasarkan pada perjanjian antara Yahudi dan Nasrani yang tertera dalam piagam Madinah.

Rasulullah SAW pun pernah memberi banyak teladan yaitu pernah suatu ketika beliau memberikan izin kepada Kristen Najran yang berkunjung ke Madinah untuk berdoa di kediaman Rasulullah SAW. Pada masa itu, beliau berpesan kepada seluruh sahabat dan ummatnya “barang siapa yang mengganggu umat agama Samawi, maka ia telah menggangguku”.

Frans Magnis Suseno (Rohaniawan Katolik) pernah berucap bahwa pluralisme yang benar justru mengakui perbedaan diantara agama-agama dan tersedia menerimanya. Lebih jauh guru besar pada salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia ini menyebutkan bahwa agama itu sangat melekat pada manusia sehingga mudah sekali ditarik dalam konflik. Pemahaman keagamaan yang melekat pada seseorang sangat berpengaruh pada cara pandang dalam menghadapi realitas. Karena itu agama mampu memberikan dorongan psikologis kepada seseorang untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik.

Pendapat serupa juga pernah dibahasakan seorang aktivis gereja di Makassar bernama Cristien. Di dalam ajaran Isa Al-Masih mengajarkan tentang cinta kasih terhadap sesama manusia. Seperti yang tertera di dalam kitab kejadian Bab I ayat 26. Didalamnya diceritakan bahwa manusia adalah citra/gambaran Allah. Dengan demikian, setiap manusia sangat dianjurkan untuk saling menghargai, tanpa perlu membedakan satu dengan yang lain.

Perbedaan adalah bukan wacana baru yang mengemuka dalam frame pemikiran masyarakat di Polman (terkhusus lagi di Polewali) saat ini, apalagi perbedaan agama. Dulu hingga saat sekarang ini, dikenal istilah “Malilu Sipakainga, Manus sioronni, “ merupakan ajaran filosofi yang ditelorkan para leluhur di tanah Mandar dalam bentuk “pappasang ” memberikan sinyal bahwa dalam kehidupan bermasyarakat diuapayakan senantiasa saling mengingatkan antara satu dengan yang lain tanpa memandang asal usul, suku, agama, dan ras sepanjang hal tersebut mengarah ke arah yang sifatnya positif . Selain itu, “manus sioronni” adalah menjelaskan hakikat kehidupan agar senantiasa saling tolong menolong antar sesama manusia.

Potensi kerja sama juga bisa dikaitkan dengan modal sosial masyarakat lokal di Polewali Mandar yang umumnya masih banyak dihuni oleh orang Mandar. Didalam ajaran para leluhur di Mandar dikenal konsep “Siwaliparri’”. Siwaliparri berarti , sikalulu atau sirondorondoi yang kurang lebih berarti saling membantu atau bergotong royong.

Potensi Kerjasama
Hal lain yang penting untuk diamati dalam melihat potensi kerjasama antar pemuda Islam, Kristen, Katolik di kabupaten Polewali Mandar adalah pengalaman kerja sama antar masing-masing pemuda. Meskipun sifatnya masih bersifat insidentil, tetapi kesemuanya ini bisa dijadikan sebagai batu loncatan untuk melakukan kerjasama pada masing-masing agama, terutama yang berbasis rumah ibadah.
Seperti yang terekam dalam ingatan penulis. Dalam dua tahun terakhir ini, beberapa kali terlihat geliat para aktivis dari organisasi kepemudaan----- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Polman dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Polewali.

Kerjasama itu bisa diamati dengan seringnya kedua organ ini turun ke jalan (aksi) dengan mengatasnamakan Koalisi Nasional Untuk Keadilan Rakyat (KONTRA). Isu-isu yang biasanya mereka perjuangkan misalnya kasus HAM dan Kenaikan BBM. Bahkan PMII Cabang Polman pernah mengadakan dialog lintas pemuka agama pada saat memperingati meninggalnya KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur). Dan saat itu, hadir perwakilan dari Islam, Kristen, dan KNPI.

Selain itu, di salah satu perguruan tinggi Islam di Polman---yakni Universitas Al-Asyariah Mandar (Unasman) yang nota bene merupakan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama (NU). Kesempatan bagi para mahasiswa non muslim untuk bergeliat diberikan kebebasan yang sama dengan mahasiswa muslim. Hal ini terbukti, dengan adanya salah satu mahasiswa non muslim (Kristen) yang menempati posisi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM.

Untuk kerjasama antar pemuda berbasis rumah ibadah. Saat ini belum ada yang nampak dalam kacamata penulis. Di kota Polewali sendiri jumlah mesjid yang terdiri dari 62 bisa dikatakan memiliki pengurus mesjid. Dan setiap mesjid kebanyakan memiliki remaja mesjid. Para remaja mesjid ini bernaung di bawah payung BKPRMI.
Sedangkan untuk gereja, menurut keterangan dari para aktivis lembaga Dakwah Kampus (LDK) Unasman, bahwa beberapa gereja di Polewali memiliki organisasi kepemudaan. Namun, penulis belum mendapati secaraa detail jumlahnya.

BKPRMI sendiri sangat memberi dukungan kepada seluruh remaja mesjid untuk melakukan kerja sama dengan para pemuda gereja. Seperti yang diungkapkan Mursalim—ketua DPD BKPRMI Polman. Pihaknya sangat mengapresiasi jika terjadi hubungan yang harmonis dan dinamis antar seluruh pemuda yang berbasis rumah ibadah . Bahkan, pihaknya berencana akan memasukkan dialog pemuda lintas agama berbasis rumah ibadah dalam program kerja BKPRMI pada saat pelaksanaan rapat kerja.

Dukungan Pemerintah
Diakui, saat ini belum ada secara spesifik aturan pemerintah yang mengatur tentang pemuda lintas agama. Namun pemerintah pusat melalui Kementerian Agama RI telah mengeluarkan kebijakan dalam PBM No 9 dan 8 Tahun 2006 tentang pengembangan kerukunan umat beragama. Sehingga dari sini dibentuklah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang bisa lebih leluasa menggagas program kerja sama pemuda lintas agama khususnya yang berbasis rumah ibadah. Untuk konteks Polman sendiri, FKUB baru terbentuk, namun belum ada secretariat yang defenitif.

Sedangkan dalam kebijakan pemda Polman, sampai saat ini penulis belum mendapati adanya kebijakan yang tertuang dalam bentuk Perda mengenai kerukunan umat beragama. Tetapi, seperti yang pernah dibahasakan Bupati Polman bahwa di daerah ini sangat penting dipelihara kerukunan umat beragama. Hal tersebut disampaikan pada saat menghadiri acara perayaan malam natal di salah satu gereja di Polewali beberapa bulan yang lalu.

Isu Bersama
Ada beberapa isu menarik yang bisa menjadi agenda jika kelak terjalin kerja sama antar para pemuda lintas agama di Kota Polewali. Misalnya saja isu kerukunan dan toleransi. Isu ini menjadi sangat urgen dan penting, sebab selama ini kurang ditangani oleh seluruh stake holder terkait, terutama isu kerukunan antar kepemudaan di masing-masing rumah ibadah.

Kemudian, pengembangan SDM. Isu ini juga sedemikian penting sebab dari lima kabupaten di Sulbar, Polman menempati urutan kelima dalam hal Indeks Pengembangan Manusia (IPM). Dan hal tersebut diakui sendiri oleh Bupati Polman pada saat dilangsungkan debat kandidat pemilukada Sulbar 2011 yang disiarkan secara langsung oleh Metro TV.

Selanjutnya, kerja sama juga bisa dijalin dengan isu pendidikan politik bagi rakyat yang akan menghadapi pesta demokrasi seperti pemilu dan pemilukada. Hal ini berkaca dari beberapa pengalaman dari tahun ke tahun. Acap kali, rumah ibadah dijadikan sebagai media barter bagi para politisi untuk meraup suara pemilih hingga menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika berpolitik.

Dalam setiap momentum kenduri demokrasi, para politisi datang menawarkan janji-janji berupa sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah (mesjid dan gereja). Sehingga acapkali terjadi perselisihan para pengurus mesjid maupun warga, akibat dari ulah para politisi tersebut.

Penutup
Esensi utama akan pentingnya kerjasama adalah mewujudkan kedamaian dan kemaslahatan. Namun bagaimanapun pentingnya kerjasama jika tidak dimusyawarahkan atau didialogkan hanya akan menjadi menara gading yang tidak membumi dan setiap saat bisa retak.

Oleh karena itu, bagi seluruh pihak terkait penting untuk menelaah dan mendiskusikan gagasan kecil ini terutama bagi para penentu kebijakan di Polman entah itu sifatnya formal maupun non formal agar lebih serius lagi kondisi kehidupan umat beragama di Polman yang setiap hari mengalami dinamika.

Menurut hemat penulis, hal yang paling penting lagi untuk direnungi secara bersama bagi kita yang mencintai perdamaian, agar kiranya selalu waspada dengan ancaman kelompok ekstrimitas dan ekskluisivitas agama yang menghendaki penyeragaman.. Dan mungkin, bisa saja, sedang meracik strategi apa yang akan dilakukan guna memporak-porandakan bangunan kemultikulturan yang telah terbangun sejak dulu di Polman.

Wallahu a’lam bissawab
Wallahul muwaffieq ila aqwamith tharieq.



Sumber Referensi

Buku dan Jurnal

Said, Basnang. 2011. Pendidikan Plural (Upaya Mewujudkan Negeri Damai). Yapma: Makassar

Ali Maskur Musa, NU dan Moralitas Politik Bangsa (Jakarta: Telaga Bijak, 2010)

Abdul Kadir Ahmad, Potensi Kerjasama Pemuda Lintas Agama Berbasis Rumah Ibadah Di Makassar, Gowa, dan Sorong (Makassar: Jurnal Qalam 2009)

Majalah dan Tabloid

Soera Pergerakan: Tabloid Sahabat PMII Polman, Edisi I
Majalah Syir’ah, Edisi Desember 2006.

Internet
www.koran.mandar.com

Wawancara

Mursalim (Ketua DPD BKPRMI Polman) tanggal 19 April 2012.

Sudiarto (Kepala Penamas Kemenag Polman) pada
tanggal 19 April 2012