Sabtu, 28 April 2012

Kebudayaan Dalam Sudut Pandang Antropologi


Judul : Mazhab- Mazhab Antropologi
Penulis : Dr. Nur Syam
Pengantar: Prof. Dr. H. M. Ridwan Nasir, MA
Penerbit : LKIS Yogyakarta
ISBN : 979-97853-5-9
Cetakan : Pertama 2007
Halaman : 230 halaman




Dalam bidang ilmu pengetahuan apapun itu, tak bisa dilepaskan dari latar belakang paradigma yang mempengaruhinya. Seperti ilmu-ilmu humaniora, sosiologi, hukum, sastra, dan sebagainya pasti selalu berkaitan dengan suatu paradigma atau lebih keren lagi disebut sebagai mazhab. Tak terkecuali antropologi, sebagai sebuah disiplin ilmu yang banyak mempelajari tentang perkembangan manusia dan kebudayaannya, itu senantiasa dipengaruhi oleh berbagai aliran yang kemudian secara eksplisit menjelaskan pola perkembangan manusia dari jaman dulu hingga sekarang.

Sejarah perkembangannya, ilmu antropologi merupakan sebuah doktrin ilmu pengetahuan yang menggantikan keberadaan “Tuhan” sebagai diskursus dominan, ini berkembang sekitar abad ke 19. Sejak saat itulah, maka rasa ingin tahu yang begitu besar terhadap perkembangan manusia menimbulkan aliran- aliran pemikiran yang dengan sendirinya membentuk pola pikir bangsa barat dalam memandang bangsa timur dengan kacamata yang digunakannya. Antropologi lahir dari penggabungan antara human progresivitas history (sejarah perkembangan manusia) dengan pengumpulan data etnografi.

Jika mendedah satu persatu antropologi dari beberapa perspektif, dan dalam buku ini secara jelas menggambarkan bagaimana perspektif mengkaji dari sisi tokoh, sasaran kajian, dan metodenya. Dan dalam beberapa perspektif ini saling kait mengkait (more or les).

Pertama, yang akan kita urai adalah aliran tertua dalam ilmu antropogi yaitu aliran evolusionis yang terinspirasi dari teori evolusi ala Charles Darwin. Nama-nama tenar seperti E.B. Tylor, JJ. Bachoven, J.G. Frazer, R.R. Marret, dan Andrew Lang, adalah beberapa tokoh yang banyak menuangkan ide dan gagasannya dalam sub-bidang kajian antropologi ini.

Menurut pandangan evolusionis, proses perubahan manusia dari masa ke masa dan dari waktu ke waktu, mengikuti cara hidup binatang yang biasanya dalam aliran ini disebut sebagai fase pro-miskuitas. Setelah itu, berlanjut lagi pada fase diferensiasi, hingga pada fase eksogami dan indogami. Dan konsep dasar perubahan yang dimaksud dalam pendekatan ini adalah perubahan perlahan namun pasti mengikuti siklus alam yang berlangsung secara terus menerus.

Aliran evolusionis dalam melacak dan memaknai kebudayaan manusia, menggunakan tiga asumsi dasar. Pertama, kebudayaan sebagai cultural system. Gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai, norma, pandangan, dan undang-undang yang terdapat dalam kerangka ide disebutnya sebagai tata budaya kelakuan yang sifatnya abstrak. Kedua, system sosial yang ditandai sebagai kelakuan dan bersifat konkret seperti upacara-upacara dan sebagainya. Sedangkan yang ketiga adalah material culture, dimana kita ketahui bersama bahwa perwujudan kelakuan manusia dalam bentuk benda seperti artefacs adalah hasil dari karya manusia itu sendiri dalam menjalani kehidupannya. Intinya adalah proses perubahan kebudayaan dari tradisional (primitive) menuju modern (canggih).

Kedua, aliran fungsionalisme struktural. Pandangan ini mengutarakan bahwa kebudayaan manusia dipengaruhi oleh subsistem-subsistem yang saling berhubungan. Misalnya bagaimana agama mempengaruhi perkembangan ekonomi. Para pemikir (tokoh) yang berpengaruh dalam aliran ini seperti Williams James, Branislaw Malinowski, JJ. Frazer, A.R Radiclife Brown (sangat dipengaruhi oleh pemikiran Durkheim) dan Leslie White.

Seperti yang disebutkan tadi diatas, kebudayaan lahir dari keterkaitan antara subsistem yang sifatnya mempengaruhi. Kebudayaan yang dimaksud disini adalah kepercayaan, nilai-nilai, dan persepsi abstrak yang termanifestasikan dalam perilaku kesehariannya.

Ditinjau dari aspek metedologi, aliran ini menggunakan corak sistemik. Hal ini berarti, ada eksplorasi antar pertalian struktur-struktur dan fungsi suatu masyarakat sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Dalam pandangan ini, sangat dihindari yang namanya konflik. Karena jika terjadi konflik subsistem-subsistem tadi tidak akan dapat bekerja dengan baik.

Mengacu pada analisis Durkheim. Menurutnya, system sosial yang terbangun tak ubahnya seperti anatomi tubuh manusia. Dimana setiap bagian-bagian tubuh mempunyai fungsi masing-masing jika salah satunya tidak berfungsi maka akan terganggu bagian-bagian yang lain dalam menjalankan fungsinya.

Durkheim, dalam menjelaskan agama (salah satu unsur penting terciptanya kebudayaan) tidak pernah mempertanyakan tentang apa asal-usul dari agama itu. Melainkan, bagaimana fungsi sosial dari agama tersebut. seperti yang dicontohkan, fungsi bagi orang-orang yang melakukan sholat apakah itu mempengaruhi kehidupan ekonominya (kaya) ataukah justru sebaliknya malah semakin miskin.

Ketiga, adalah aliran kognitif. Pandangan ini mengkaji tentang pola relasi bahasa, kebudayaan, dan kognisi (pikiran). Kebudayaan dipandang sebagai kognisi dari manusia. Pemikir yang paling banyak menyumbang ide-ide segarnya dalam subdisiplin ilmu ini adalah Ward. H. Goudenough, Ben Anderson, dan Niels Mulder.

Hal mendasar yang menjadi pusat perbincangan dari antropologi simbolik adalah hal-hal fundamental dari individu kehidupan anggota masyarakat. Seperti misal bagaimana seseorang memaknai karya seni rupa seperti patung. Bagaimana memandang peristiwa-peristiwa alam yang terjadi, atau dengan kata lain bagaimana ia memaknai kehidupannya tanpa ada campur tangan dari luar dirinya. Oleh karena itu pandangan ini sangat subjektif bagi pelaku.

Keempat, aliran strukturalisme. Sub-disiplin antropologi ini lahir akibat imbas dari corak pemikiran positivistik yang beranggapan bahwa budaya suatu etnis lebih tinggi dari pada etnis lain. Pandangan positivistik ini dipengaruhi oleh teori rasialis yang beranggapan bahwa diantara berbagai ras manusia terdapat saling perbedaan sehingga suatu ras akan lebih digdaya dibandingkan ras lain. Seperti contoh pada saat kepemimpinan Adolf Hitler di Jerman. Hitler meyakini bahwa hanya bangsa Arya lah yang paling mulia diantara bangsa-bangsa lainnya di dunia. Oleh karenanya, cara pandang Hitler tersebut mengobarkan semangat nasionalisme yang berlebihan. Pandangan positivistik seperti ini dikritik habis oleh Claude Levi- Strauss sebagai tokoh utama dalam aliran strukturalisme. Menurutnya, keanekaragaman kebudayaan adalah sebuah keniscayaan dan setiap kebudayaan mempunyai kelebihan tersendiri dan terkadang mempunyai kesamaan.

Dalam buku ini, Levi Strauss menjelaskan bahwa tujuan mendasar dalam mempelajari antropologi adalah menemukan pola atau model bukan pada pengulangan perilaku, tetapi melalui struktur. Struktur itu dikatakannya dapat ditemukan melalui pandangan para ahli antropologi untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang dikajinya.

Beberapa pemikir yang mempengaruhi pemikiran Levi strauss dalam mengkaji kebudayaan adalah Mauss, dan Ferdinand de Sausurrre. Saussure memberikan sumbangsih pemikiran terhadap Levi strauss tentang Signified (tinanda) dan signifier (penanda), form (bentuk) dan content (isi), language (bahasa), parole (ujaran), sinchronic (sinkronik), dan diachronic (diakronik), syntagmatik (sintagmatik) dan associate (paradigmatik.r

Oleh karena itu, sangat penting untuk membaca buku ini, terutama para mahasiswa yang ingin berkonsentrasi dalam mengkaji kebudayaan. Karena buku ini dapat memberikan beberapa perbandingan perspektif yang akan semakin memperkaya refensi kita dalam memberikan pengertian: seperti apa itu sebenarnya Kebudayaan.





Data Pengelolaan Migas di Sulawesi Barat

(Sumber Foto: Migas Sulbar.blogspot.com)

Data Pengelolaan Migas Sulbar

Blok : Suremana
Investor : PT Exxon Mobile
Luas/Km2 : 5.339,63
Lokasi :Kab. Donggala Sulteng & Kab. Mamuju Utara

Blok : Pasangkayu
Investor : PT Marathon International
Luas/Km2 :4.707,63
Lokasi :Kab. Donggala Sulteng & Kab. Mamuju Utara

Blok :Kuma
Investor :PT. Connoco Philips Oil
Luas/Km2 :5.086,10
Lokasi :Kab. Matra & Kab. Mamuju

Blok :Budong-budong
Investor :PT. Tattely N. V TGS Novec-Gematera
Luas/Km2 :5.494,51
Lokasi :Kab. Matra & Kab. Mamuju


Blok :Karama
Investor :PT. Stat Oil ASA Norwegia dan Pertamina
Luas :4.287,37
Lokasi :Kab. Donggala Sulteng & Kab. Mamuju Utara

Blok :Mandar
Investor :PT. Esso Eksp. International
Luas :4.196,25
Lokasi :Kab. Polewali Mandar & Kab. Majene

Blok :Karana
Investor :PT. Pearl Oil
Luas :5.389,68
Lokasi :Kab. Majene

Blok :Malunda
Investor :PT PTT Exsploration and Production Company Limited
Luas :5.148,68
Lokasi :Kab. Majene & Kab. Mamuju

Blok :Mandar Selatan
Investor :PT PTT Exploration and Production Company Limited
Luas/km2 :3.882
Lokasi :Kab. Majene & Kab. Polewali Mandar


Sumber : Dinas Pertambangan dan ESDM Sulbar (Dimuat di Radar Sulbar Kamis 17/11/2011).

Menggugat




“AaaaHHH, aku tidak tuli…,” teriak Telinga membahana berbentur gema di sebuah ruangan.
“Ada apa? Apa gerangan yang terus membuatmu berteriak,” timpal Kuping singkat. Maklum, jarak antara Telinga dan Kuping cukup berdekatan bahkan berdempetan. Di dalam sebuah acara temu-temu muka di salah satu ruangan hall hotel berkelas yang tiap menitnya kian terlihat sesak.
“Muak dan betul-betul bosan dengan fungsi kita seperti ini.”
“Fungsi bagaimana maksud kamu?,” sergah Kuping full kebingungan.
“Ya, seperti ini. Kita sudah sangat sering dibentak seakan kita ini sudah tidak mampu menghantar kembali getar suara yang masuk ke dalam sistem fungsi pedengaran kita. Bukan itu saja, baik atau buruk suara yang masuk mesti kita dengar,” keluh Telinga ketus.
“Terus, kamu maunya bagaimana?,” balas Kuping menatap kenalan barunya, seolah berusaha memengerti kemarahannya.
“Fungsi kita hanyalah mendengar dan mendengar! Tidak dapat digugat lagi”.
“Terus,” simak Kuping, coba memahami.
”Kita hanya bisa mendengar. Kapan saatnya kita bisa melontarkan kemauan atau bahkan celoteh atau unek-unek?.
“Wah...mungkin sekarang kamu dalam keadaan yang tidak bersih. Apa sudah lama kamu tidak dibersihkan dari kotoran yang mulai menyumbat pori-pori nalar positifmu,” terka Kuping.
“Tidak juga.”
“Lantas?”
“Tampaknya aku mulai jenuh dengan fungsi kita ini.”
“ Jenuh,” serga Kuping.
“Uuuhhhh…ia,” Telinga menghempaskan nafas panjang.

Kenapa sedari awal kita terlahir sebagai mulut saja. Tiap saat bisa besuara. Meski omongan kita berisi kebohongan atau berupa janji palsu. Namun tetap lebih baik posisinya. Sebab masih akan ada saja orang yang mau mendengar kita. “Terlebih, bangsa kita kan termasuk bangsa yang paling senang mendengar janji, walupun muaranya berwujud tipu muslihat,” papar Telinga sinis.

“Terus?,” kejar Kuping makin terlihat bingung.
Kadang berupa, ocehan, untuk meraih cita-cita sang mulut,’toh kita selalu senang mendengarnya (kuping ataupun telinga), dan menganggap itu bisikan dari surga. Padahal, tidak menutup kemungkinan dampaknya lebih jelek dari neraka. Ditambah ungkapan berupa slogan yang tidak bertumpu pada realitas, dan logika realistis.
“Namun kita....tetap saja mau dan harus dengar,” tantang Telinga.
Seketika kebingungan Telinga kian memburai, tak sadar bahwa ungkapannyapun kian melayang. Sementara cupil Telinga dan Kuping berlahan mulai terlihat kerepotan menangkap bunyi cawan yang beradu serta suara-suara Mulut yang terus saja nyerocos di ruangan yang semakin sesak dan pengap oleh asap rokok.
“Iya..ya, tampaknya ucapanmu ada benarnya juga. Namun jika, kita cukup waktu untuk menelaahnya lebih jauh. Serta diikuti mukjizat untuk kita bisa mengeluarkan suara seperti keinginanmu, ” terang Kuping seolah mulai ikut terseret alur berfikir Telinga kenalan barunya.

“Mestinya kamu sudah fasih akan keterbatasan kita ini. Dimana, semua suara dari mulut, entah baik atau tidak pasti kita dengar dan kita sama sekali tidak bisa melawan kodrat itu,” seru Telinga, terus mencoba meyakinkan teman yang baru di kenalnya dalam pesta-pesta yang sengaja dihelat untuk bertemu relasi ‘papan atas’.
“Wah.. kenapa ya! saya baru tersadar dari keterbatasan kita yang hanya bisa mendengar,” timpal Telinga.
“Makanya, tidak berlebihan jika tadi saya teriak. Kendati teriakanku tak mempunyai getar yang bisa diatikan Mulut atau organ manusia lainnya. Mengingat bahasa kita sering di artikan. Hanya melalui demo fungsi pendengaran saja,” terang Telinga sok diplomatis!.
“Betul itu! namun ingat fungsi atau kodrat kita sudah seperti ini,” bantah Kuping lagi seoah tengah tersadar mulai terpancing racauan Telinga.

***
“Trekkkkk tinggggggg..!”
Suara denting cawan pecah. Memburai. Seketika membuyarkan perbincangan Telinga dan si Kuping yang tadinya terdengar pelan. Kendati hanya bisa didengar orang yang fungsi Kuping dan Telinganya tidak sedang bermasalah. Cukup hanya mereka. Sesaat kemudian keramain mendekati gaduh. Segera sunyi kembali.
Berganti alunan musik melo yang mulai merambat pelan masuk di fungsi pendengaran Telinga dan Kuping. Dengan posisi yang sulit tergembarkan, namun pastinya mereka masih saja berhadapan. Dengan posisi yang Mpunya Telinga dan Kuping saling bersebelahan.

Kembali perhatian membuyar dan mulai serentak mengarah ke asal bunyi denting gelas yang beradu. Pecah untuk yang kedua kalinya..!!. Setelah salah satu mulut dari puluhan mulut yang hadir dalam acara tersebut. Mulut yang bagian atasnya berhias kumis tipis yang berangsur memutih.

Tampak, Mulut mulai bergerak naik turun, mengeluarkan suara-suara lantang. Membincang strategi yang paling revolusioner (versi mulut).
“Kemana seharusnya masyarakat harus diarahkan menuju kemaslahatan lagi malaqbi kedepannya,” seru Mulut bersemangat.

Suara Mulut tak luput memancing gairah ‘kekaburan’ dalam benak Telinga juga Kuping yang sejak tadi hanya bisa mendengar. Dan mendengar!!!.
“Suara dari sang Mulut barusan merupakan janji atau hanya sekedar mimpi,? ” kejar Kuping.

“Ah.. itu! yang aku maksudkan, keterbatasan kita. Kita hanya diposisikan
sebagai pendengar. Sekarang kamu bingungkan,” lanjut Telinga setengah nyengir.
“Iya memang, kita hanya bisa mendengar, tapi apakah itu merupakan alasan untuk bisa menambah fungsi kita, dari hanya bisa mendengar, kemudian punya kemampuan untuk bicara. Apa nantinya tidak terlihat lucu,” tantang Kuping.

“He-he-he, bukan lucu. Menakutkan ia”. Seraya Telinga melepas tawa yang lagi-lagi memburai, pada ruangan makin dingin oleh sergapan pendingin ruangan yang menempel di hampir semua sisi ruangan hall hotel. Dinding ruangan sebahagian tertutupi gorden yang menjuntai panjang berwarna keemasan. Juntaian gorden hingga mencium mesra lantai tegel yang putih bersih.

“Kenapa tertawa,? ” tanya Kuping.
“Inti kebingunganku barusan, sudah bisa kamu pahami tanpa perlu di jelaskan secara rinci lagi.”
“Terkait keterbatasan kita begitu?, yang hanya bisa mendengar,?” kejar Kuping.
“ Nah…kamu sudah mulai memahami bukan! Apakah kamu tidak mau protes dengan fungsi kita,” pungkas Telinga setengah menggurui.
“Protes sama siapa. Pada Tuhan begitu? Hal ini sudah merupakan kodrat, tidak mungkin ditawar lagi. Bagusnya sekarang kita menjalani fungsi kita dengan sewajarnya dan dengan ikhlas.”
“Ihlas,” timpal Telinga.
“Ia, dengan ikhlas. Kamu mesti bersukur masih dalam keadaan yang bisa menjalankan fungsi pendengaranmu dengan jernih, dengan tanpa iri melihat fungsi Mulut untuk terus berceloteh,” tantang Kuping dengan suara rendah.
“Persoalan ‘ikhlas’ dan ‘keinginan’ adalah merupakan sesuatu yang berbeda. Apa lacur jika aku punya harapan untuk bisa mengeluarkan suara dengan tidak terbatas pada jenis Telinga dan Kuping saja yang bisa mendengar suara kita,” kilah Telinga.
“Ohh..Begitu. Kendati sadar, ihwal itu merupakan keinginan yang puncaknya akan menjadi harapan yang tidak akan terwujut,” sengit Kuping.
“Memang itu tidak bisa saya pungkiri, kodrat memang tidak bisa kita rubah. Tapi aku jengkel, dengan fungsi si Mulut yang mengeluarkan suara dan kita hanya bisa menunggu untuk mencernanya.
“Jangan takabbur kamu? Jika tidak ada bunyi atau jenis suara yang di keluarkan oleh Mulut. Tentu kita tidak akan mempunya fungsi. Dan jangan sampai tuhan marah, lalu membuat fungsi pedengarmu tidak berfungsi. Kecuali kamu memang mau menjadi tuli. Mau kamu,? ” sengit Kuping.
“Tidak perlu se-extrim itu, namun jujur kadang akupun mau tidak mendengar atau menangkap bunyi apapun . Terlebih jika bunyinya hanya suara yang tidak berguna,!“ timpal Telinga meyakinkan.

Diantara gelompangan bunyi gaduh pada rungan itu. Kepulan asap tembakau kian mengepul. Tawa renyah, sampai cekikikan, memburai, meninggi serta membentur dinding ruangan membentuk deratan gema memanjang.
Harapan Telinga mulai menipis seiring hentakan irama bitt musik yang mulai merambat pelan. Alunan musik beriring merambat ke palfont hayal Kuping dan Telinga yang mulai menjelajah dan meninggi. Sedang megap-megap kata serta kalimat keluar menderas dari Mulut seseorang. Orang yang tengah berdiri gagah di atas podium. Mengenakan jas serta dasi bergaris putih yang sejak tadi melingkar di lehernya. Sehabis memberikan sambutan ia-pun berjalan meluber dalam kesesakan ruangan. Menyapa manusia lain yang hadir di pesta pendekalarasian diri si Mulut. Entah untuk apa?

***
“ Uhh..tambah muak aku dengan semua ini,” ucap Telinga seketika membuka bungkam.
“Ahhh..sudah-sudah! gerutumu itu tidak akan merubah apa-apa?” balas Kuping tegas.
Telingapun akhirnya bungkam dengan paksa. Sejurus kemudian suasana ramai sejak tadi nampak tidak berkurang sedikitpun. Malah sekarang terdengar kian heboh. Dan tidak terkontrol. Pada selipan-selipan tawa yang kian memekakkan Telinga dan Kuping.
Kontan, membuat Telinga kian gusar. Dalam keadaan yang terjepit karena tidak mampu bersuara. Dengan dialeg yang tidak sama dengan mulut pada umumnya. Sehingga tidak mendapat tanggapan dari organ tubuh lain. Terlebih manusia yang ada di ruangan itu. maklum suara Telinga hanya bisa di dengar Kuping sahabat yang baru di kenal beberapa jam yang lalu.

“Wah, memang susah melawan sesuatu yang bersifat kodrati, kendati dalam ketidak berdayaan itu pun masih saja menyisakan harap yang tak urung bersua dengan kenyataan,” Pancing telinga tanpa merasa jera dengan sanggahan kenalan barunya.
“Sebenarnya, tidak sulit malah teramat simpel. Coba saja harapanmu itu, kamu kubur dalam memorimu,” balas Kuping dengan mantap seraya Mpunya Telinga bergeser sedikit. Termaknai sebagai anggukan pada Telinga lawan bicara Kuping.

“Aku sudah coba, bahkan sudah berulang kali aku coba. Menahan keinginan untuk mau suaraku di dengar. Kendati, upayaku tetap sia-sia,” lanjut Telinga datar.
“Sudahlah, lagi-lagi ini adalah takdir. Suka atau tidak suka, toh! Ini adalah garis hidup kita. Sekarang yang penting, getar suara-suara atau bunyi apapun yang masuk dalam rongga pendengar kita. Entah itu, berupa kebohongan bertopeng janji. Kita mesti menyampaikannya pesan dari suara tersebut. Dengan tidak membedakan suara itu berasal dari kalangan mulut apa? Karena saya sendiri yakin, bahwa masih ada Telinga dan Kuping yang bisa membedakan mana suara bening yang mengalir dari mata air ketulusan dan mana suara bertopeng janji, mengalir dari air comberan,” urai Kuping.

Pesta usai, kebisingan pun berakhir!

Polewali, 020509

Abdul Muttalib lahir di Tinambung 23-07-1984, sekarang bergiat di Komunitas Teater Flamboyant Mandar Tinambung.
E-mail : alifbatza@yahoo.co.id

Tentang Kami



Café Baca Asyariah adalah komunitas yang berminat pada pengembangan gagasan dan pengembaraan ilmu pengetahuan. Minat ini diimplementasikan melalui kegiatan diskusi rutin, penuangan ide dalam bentuk tulisan, publikasi (Majalah Dinding, tabloid dan blog), dan koleksi bahan bacaan. Café Baca Asyariah sangat menaruh perhatian akan pentingnya membaca, menulis dan berdiskusi. Sehingga diharapkan dari rangkaian proses yang berlangsung di Komunitas ini, akan muncul ide-ide segar dan cerdas yang diharapkan akan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang memihak kalangan masyarakat akar rumput (grass root).

Personel

Muhammad Arif
Lahir di Paropo, Polman 11 Juli 1985. Saat ini masih aktif kuliah di Universitas Al-Asyariah Mandar (Unasman) Polman Sulbar mengambil jurusan ilmu komunikasi. Aktif menulis di situs online dan cetak diantaranya di seputarsulawesi.com, suaramandar.net, Koran mandar, dan Polewali Pos(sekarang disatukan kembali ke Radar Sulbar). Salah satu risetnya pernah diterbitkan Desantara Foundation Jakarta dalam bentuk buku yang berjudul “Identitas Urban, Migrasi, dan Perjuangan Ekonomi Politik di Makassar”. Judul tulisan yang diterbitkan yakni “Dari Baruga Menuju Lette”. Aktivitas lain yang digeluti yakni sebagai Kordinator Departemen "Soera Pergerakan" PMII Cabang Polman dan Pimpinan Redaksi Tabloid “LENSA 04” Unasman.

Muhammad Sikin
Mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia di Unasman ini lahir di Paredeang Mapilli Polman pada tahun 1990. Juga terdaftar sebagai aktivis PMII Komisariat Unasman. Tulisannya sering di muat beberapa portal berita online seperti seputarsulawesi.com, Koran mandar. Selain bergelut di Café Baca Asyariah, ia juga merupakan anggota komunitas Padepokan Sastra Mpu Tantular dan Redaktur Pelaksana Tabloid "Soera Pergerakan".

Herman
Lahir di Kalimbua tahun 1988. Terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unasman. Selain itu, ia tercatat sebagai pengurus PMII Komisariat Unasman dan . Saat ini Herman juga mengelola Komunitas Diskusi Peco-Peco Kampus dan menjadi staf redaksi tabloid “Soera Pergerakan”. Tulisan yang pernah dimuat disitus online diantaranya "Sikalu-kalulu, Tradisi yang Semakin Memudar di Mandar" (seputarsulawesi.com)

Muhammad Yahya
Kelahiran Rattekallang Tutar 1989. Terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Unasman dan warga PMII Polman. Beberapa kali tulisannya termuat pada salah satu portal berita online yakni seputarsulawesi.com. Diantara tulisannya yang pernah termuat yaitu “Sayang-sayang, Elong Piondo, Entitas yang terlupakan”(seputarsulawesi.com,"Kearifan Lokal Vis a vis Modernisme”(seputarsulawesi.com), "Merespon Kehadiran Jamaah Tabligh di Tutar"(koranmandar)

Sabri Hamid
Lahir di Karama Polman tahun 1990. Terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Komputer Unasman juga merupakan warga PMII Polman. Mahasiswa yang akrab dipanggil “Abi’” ini merupakan desain cover buku “Tinjauan Kusta dari Perspektif Agama” dan “Pengakuan Getir dari Sudut yang Pengap: Testimoni Mantan Penderita Kusta” yang kedua-duanya diterbitkan Zada Haniva Publishing kerjasama YCMC Sulsel dan C.I.C.M

Hamzah
Lahir dan besar di Paredeang Mapilli Polman. Juga terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Unasman. Hamzah juga merupakan salah satu warga Padepokan Sastra Mpu Tantular. Selain itu terdaftar sebagai warga PMII Polman.

Ilham Mustafa
Lahir di Batu-Batu Dara Polman 1991. Terdaftar sebagai Mahasiswa Ilmu Bahasa Indonesia FKIP Unasman. Selain bergelut di Café Baca Asyariah menggeluti dunia advokasi dan HAM, juga aktif sebagai pengurus Gerakan Mahasiswa Bahasa Indonesia (Gemabina) Unasman serta merupakan warga PMII Polman.

Sri Rahayu
Bendahara Café Baca Asyariah ini lahir di Malasya pada tahun 1990. Ia terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unasman. Mahasiswa angkatan 2011 ini juga terdaftar sebagai warga PMII Polman.

Ahmadi Haenur
Mahasiswa yang kerap dipanggil dengan sebutan “Kancil” ini lahir di Wonomulyo pada tahun 1990. Ia merupakan salah satu layouter Tabloid Sahabat PMII Polman “Soera Pergerakan”. Mahasiswa satu ini juga terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Unasman.

Subir
Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI)lahir di Mosso Balanipa tahun 1990. Saat ini tengah menjalani kursus Bahasa Inggris di Pare Kediri Jawa Timur.




Cafe Baca Asy'ariah:
Jl. Budaya No 2 Manding Tlp/Hp 082190247854/ 081998710317--email: cafebacaasyariah@rocketmail.com

Selasa, 03 April 2012

PERNYATAAN SIKAP

HENTIKAN KRIMINALISASI GERAKAN RAKYAT

KOALISI NASIONAL UNTUK KEADILAN RAKYAT (KONTRA)
PMII Cabang Polman, PRP Cabang Polman, GMKI Cabang Polman

Berangkat dari kenyataan yang dialami oleh rakyat. Kita sudah pasti paham bahwa kondisi “HAK ASASI MANUSIA (HAM)” saat ini terutama hak ekonomi, sosial budaya, dan kemerdekaan berpendapat, masih sangat memprihatinkan. Hal itu bisa kita cermati, ribuan bahkan jutaan rakyat Indonesia tergusur dan kehilangan hak atas tempat tinggal, akses pendidikan, kehormatan, serta harta benda yang dijamin secara tegas dalam pasal 28G UU 1945. Rakyat kehilangan hak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin dalam pasal 28H ayat (I) UUD 1945 juncto pasal 40 UU No.39 tahun 1999.

Di berbagai tempat di Republik ini, masih maraknya terjadi pelanggaran HAM yang menimpa para petani, nelayan, pedagang kecil, mahasiswa, dan beberapa kaum marginal (tertindas) lain yang terus dianggap sebagai sumber masalah oleh negara. Sehingga terkadang KEPOLISIAN sebagai alat negara beberapa kali melebih batas wajar dengan melakukan “PEMUKULAN” hingga “PENEMBAKAN” terhadap mereka yang dianggap menghalangi kepentingan pemodal yang berlindung di balik tembok kokoh negara.

Masih hangat di telinga kita, kasus yang terjadi di Sape Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tanggal 24 Desember 2011 dengan tewasnya 3 warga, pada tanggal 15 Desember 2011, kasus Mesuji di Provinsi Lampung berujung tewasnya 7 orang warga, penembakan warga di Banggai Sulawesi Tengah yang terjadi pada tanggal 16 Desember 2009, penembakan aktivis mahasiswa di Garut tanggal 27 Juli 2010, serta peristiwa yang tak akan pernah terlupakan dalam kalender nasional, Sulawesi Barat, dan terkhusus lagi Unasman, yaitu aksi penembakan membabi buta aparat Polres Polman, hingga menewaskan seorang dosen, yang akrab di telinga publik dengan peristiwa “TRAGEDI 13 JANUARI 2011”.

Kesemuanya itu sebagai penanda bahwa semakin meraja lelanya kasus Pelanggaran HAM yang kerap dilakukan di Republik ini, tanpa ada langkah strategis dan pro aktif dari pemerintah untuk secara tuntas menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) hanya menjadi jaminan diatas kertas konstitusi belaka dan menjadi retorika yang membosankan serta sering disuarakan oleh mereka yang menisbatkan diri sebagai “PENEGAK HUKUM”.

Menyikapi realita tersebut, maka kami dari KOALISI NASIONAL UNTUK KEADILAN RAKYAT (KONTRA), terdiri dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Polman, Perhimpunan Rakyat Pekerja Cabang Polman (PRP), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Polman, menyatakan sikap :
1. Mendesak Presiden RI agar senantiasa berpihak terhadap kepentingan rakyat. Bukan berpihak terhadap kepentingan pemodal. Terutama dalam kasus pelanggaran HAM yang marak terjadi beberapa tahun terakhir ini.
2. Mendesak kepada KAPOLRI supaya berbenah diri. Merestrukturisasi internal Kepolisian agar lebih profesional dalam menjalankan tugasnya.
3. Mengajak para penegak hukum (KPK, Kejaksaan, Pengadilan, dan stake holder terkait) berkomitmen secara bersama menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Indonesia. Terutama yang menimpa kaum Marginal /Rakyat (tertindas).
4. Mendesak Tim Cepat Tanggap (TCT) DPRD Polman agar mempertanggungjawabkan kinerjanya selama ini seputar kasus Tragedy 13 Januari 2011.

Polewali, 13 Januari 2012

KOALISI NASIONAL UNTUK KEADILAN RAKYAT (KONTRA)




Jendral Lapangan



Yusrianto

Ayo....Lestarikan Tari Lakke


Oleh : LILI NIRWANSYAH

Masyarakat Padang Mandar merupakan komunitas yang setia menjaga tradisi leluhurnya. Mereka meyakini bahwa seluruh tradisi tersebut memiliki implikasi kongkrit terhadap kehidupan. Tradisi bagi masyarakat Padang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Meskipun masyarakat Padang mandar telah lama beralih system pemerintahannya dari yang tradisional menjadi system modern dengan system pedesaan. Namun tidak berarti bahwa masyarakat meningalkan tradisi dan adat istiadatnya. Hal ini, terbukti dengan ritual- ritual yang mereka lakukan tiap tahunnya. Salah satu tradisi nenek moyang masyarakat Padang mandar yang sangat dijaga yaitu :

TARI LAKKE
Tari Lakke biasa juga disebut dengan tari perang. Sejarah tarian Lakke di tuturkan oleh bapak Yunus, bahwa konon dahulu kala ada seorang nenek moyang mereka mengalami mati suri selama tujuh hari tujuh malam. Selama nenek itu mengalami mati suri dia melihat banyak permainan dan tari-tarian, dan dia pun disuruh untuk memilih salah satu diantara tarian tersebut. Maka nenek tersebut memilih tari lakke. kemudian nenek tersebut disuruh kembali ke padang mandar dan diperintahkan untuk melakukan lakke. Pelaksanaan lakke biasanya saat setelah pernikahan, sunatan dan akikah.

Sementara itu Sando kamanda yang biasa juga di panggil Kanne Lakke di kenal juga dengan nama Pua Alimuddin. Mengatakan bahwa, selama ada yang namanya masyarakat padang mandar selama itu juga ada yang namanya lakke. Dinamakan tari lakke karena wilayah masyarakat padang mandar berada ditengah-tengah antara pitu ulunna salo dengan pitu babana binanga. Seperti pada layang-layang perantara antara depan dan bawah disebut dengan lakke karena berposisi ditengah-tengah . tari lakke kalau sudah dimainkan namanya menjadi panganda.

Pemainnya 7 orang dengan tugas masing masing yaitu 2 orang pemukul gendang, 2 orang sebagai actor dalam aksi peperangan, 2 orang sando ( perempuan dan laki-laki ) dan seorang perempuan yang sesekali menghambur beras ke atas kepala sebagai tanda penghargaan pada tamu yang datang dan juga untuk meredakan emosi kedua pemain lakke agar tetap saling menghargai meskipun akan bertarung. 2 orang sando melambangkan seorang raja dan ratu. Juga berfungsi sebagai penegah. Misalnya pemain sudah berkecamuk dan sulit dihentikan, maka sando harus berdiri dan menencapkan tombak bermata dua ketanah yang secara otomatis permainan harus berhenti. Tari lakke juga melambangkan bahwa masyarakat padang mandar adalah orang-orang pemberani dan kesatria.

Permainan tari lakke prosesnya terbagi 3 bagian atau tiga babak , babak pertama kedua pendekar yang akan melekukan perang memulai dengan menggunakan giring-giring ( lonceng ) dan perisai. Keduanya saling mengitari satu sama lain seperti mengelilingi lingkaran. Memaka giring-giring dimaksudkan agar kedua kesatria semangat untuk melakukan tari perang seolah-olah betul-betul dalam arena peperangan.
Babak kedua dilakukan dengan kedua kesatria memakai kobi’( parang ), kemudian saling menyerang satu sama lain dengan menghantamkan parang masing-masing tetapi dengan cekatan keduanya saling menangkis melalui perisai tiap serangan. Setelah babak kedua selesai babak ketiga pun dilanjutkan. Dalam babak ketiga ini kedua kesatria menggunakan peratu/doe ( tombak ). Keduanya saling menyerang satu sama lain dengan menombak, tapi keduanya pun saling menangkis tiap serangan.

Kedua pemain lakke memakai tanduk kerbau sebagai symbol kekuatan dan kejantanaan. Kerbau adalah hewan yang kuat membajak sawah, kuat bertarung, dan juga rela untuk dimakan orang banyak. Dan selain itu ternyata tanduk kerbau bisa berfungsi sebagai senjata . karena kedua pendekar tadi ketika memainkan tari lakke sering mengerakkan kepalanya untuk mengfungsikan tanduk kerbau yang ada di kepalanya.

Selain itu tanduk kerbau sebagai symbol keperkasaan. Satu catatan yang perlu diingat adalah mulai babak pertama sampai babak ketiga gendang tidak pernah berhenti. Selain sebagai pemandu gerakan-garakan tari lakke, juga untuk memanggil orang-orang yang ada di kampung. Ini berarti bahwa masyarakat padang jika akan melakukan perang dan gendang terus dimainkan itu bermakna bahwa semua yang mendengar bunyi gendang itu wajib datang untuk bersiap-siap berperang melawan musuh.

Biasanya setelah tari lakke selesai, maka semua personilnya naik ke rumah orang yang punya hajatan. Kedua sando memberi makan seekor ayam yang terdiri dari tepung dan beras, kemudian ayam tersebut diirisi sedikit di atas kepalanya. Ayam ini sebagai paccera ( tumbal tehadap hal-hal yang negatif. Dan ada juga tepung yang disiapkan untuk dicobbo ( dioleskan) kepada kedua pengantin, anak yang di sunat , atau anak yang diakikah agar hidup mereka bahagia dan selalu mendapat keberuntungan dan kebaikan dalam mengarungi hidup ini.

Selain tiga hajatan di atas yang berkaitan dengan tari lakke, ada satu kegiatan adat yang dirangkaikan dengan tari lakke. Kegiatan adat tersebut adalah mandoe pauli ( mandi pengobatan ), tujuanya adalah untuk mengatasi wabah penyakit baik itu penyakit jasmani maupun rohani, sekaligus juga sebagai ajang silatu rahim akrab bagi masyarakat Padang Mandar.

Wallahul muwaffieq ilaa aqwamith tharieq
Wassalamu’ alaikum warahmatullahinwabarakatuh.
Polewali 11 Pebruari 2012

Penulis adalah Mahasiswa FIKOM Unasman
Terdaftar Sebagai Pengurus KOPRI PMII Cabang Polman Sulbar

Sekret Kami



Oleh. Muh. Amin

Sekretariat PMII Komisariat Unasman adalah tempat kami menuntun ilmu, dan belajar tentang dunia kehidupan yang penuh dengan tantangan. Sekret yang sekaligus menjadi rumah terindah bagi kami, karena disinilah kami dapat bertemu, baik dari Fakultas, dan jurusan yang berbeda di kampus, mampu menyatuhkan kami, dan mempersatuhkan kami di sekret komisariat ini.Sekretariat yang kami tempati berada di Kelurahan Manding, Jalan Gatot Subroto, Nomor 17. Sekret komisariat, yang sekaligus menjadi, sekretariat Rayon bersama, menjadikan setiap ksader PMII, tiap harinya berkumpul, dan berdiskusi di sekretariat.

Ada kebiasan yang yang menjadi rutinitas kami selama berada si sekret, yakni kajian, dan diskusi. Bahkan ketika diskusi sering kali kami lupa dengan waktu, subuh, bahkan harinya adalah waktu kami untuk isterahat atau tidur. Penampilan hedon, telat masuk kampus, bahkan tidak mandi masuk kampus adalah ciri khas kami, tetapi ketika kami berada di kelas masing-masing, kami membuktikan bahawa jiwa kritis seseorang tidak dapat nilai dari penampilan.

Bahkan kampus biru, dengan kantor DPRD, yang berkisar sekitar 2 Km, kami tempuh dengan jalan kaki, dan di bawah terik matahari, demi membela masyarakat yang telah di marginalkan oleh pemerintah lewat regulasi yang telah di keluarkan, kegiatan kami ini, biasanya dikatakan okeh masyarakat adalah demo.

Namun ada hal yang paling berkesan yang mungkin tak pernah kami lupakan sampai kapan pun, dulu sewaktu masih tinggal di rumah tak makan dua kali dalam sehari rasanya perut ingin pecah merasa kesakitan akibat tak makan, namun setelah aku masuk kuliah dan ikut di organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, kini aku tak lagi seperti itu.

Di sekret yang kami tempati dan beberapa sahabat-sahabat lainnya, kadang dalam satu hari satu malam, ketika kami bangun pagi, kami tak pernah merasakan nikmatnya sarapan pagi yang hangat, hanya mengandalakn secangkir kopi, dan sebatang rokok, yang di jadikan pengganjal perut, dan sekaligus sarapan kami.

Sekretariat, yang sudah di tempati dari tahun 2005, sampai dengan sekarang, kini belum mengalami perubahan, baik dalam sekret, maupun di luar sekret, setiap harinya kader-kader bergantian datang, belajar dengan senior.

Libur kampus bulan ramadhan, biasanya mahasiswa pulang kampong untuk bertemu dengna sana saudara, tetapi kami yang tinggal di sekret, bahkan sekret tak pernah kosong, kami puasa, sahur, dan buka puasa di sekret secara bersama-sama.

Hidup di sekret yang jorok, kumuh, tetapi kami tetap dapat bertahan di dalamnya, karena adanya kebersamaan, dan kekompakan di antara kami. Coba bayangkan, pakaian yang hanya sepasang sajak, kami pakai, masuk kampus, tidur, bahkan itu pula yang di gunakan ketika bertemu dengan odo-odo (cewe). Tukaran pakaian dengan sahabat-sahabat anumu anuku dan anuku anumu.

Tidur beralaskan Koran (Surat Kabar), berbaur densgan nyamuk, menjadi malam-malam kami. Makan, tidur, dan belajar di tempat yang jorok penuh dengan debu, kertas, buku, gelas dan piring yang berserakan menjadi hal biasa, bisa di katakana bahwa kami hidup di tempat yang hanya serba pas-pasan. Coba bayangkan jikan anda mengalami hal yang seperti itu, kebahagiaan bukanlah sebuah kemapanan, tetapi kebersamaan adalah sebuah kebahagiaan.

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pemerintahan Universitas Al-Asyariah Mandar (Unasman. Aktif di PMII Rayon Fisip Unasman