Selasa, 29 Januari 2013

Seru dan Hangat Diskusi Film "Sang Penari" Cafe Baca Asyariah


 

POLEWALI, --Gelaran diskusi yang dibesut oleh Cafe Baca Asyariah Mandar bekerjasama dengan Dosen dan Mahasiswa Teori Sastra Prodi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman), (23/01) malam lalu, berlangsung hangat dan seru.

Hal itu tampak dari antusiasme peserta diskusi dalam melontarkan pertanyaan pada sesi respon peserta seusai nonton bareng film itu.

Muhammad Subair Sunar bersama Muhammad Syariat Tajuddin yang tampil sebagai teman diskusi film tersebut sama menyebutkan bahwa sebagai sebuah film yang diangkat dari novel Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) itu berhasil mengantarkan penonton kepada kenyataan lain dari tradisi film-film Indonesia.

"Film ini hampir tidak memiliki celah dan kekurangan, itu tampak dari kemampuan sutradaranya dalam memotret kenyataan yang ada dalam novel RDP itu. Utamanya kenyataan kehidupan masyarakat Dukuh Paruk sebagaimana yang ada dalam novel dan ini jelas berbeda dengan banyak film yang kini ditawarkan ke penonton Indonesia," urai Subair.

Sementara itu, Syariat yang menjadi pembicara kedua pada diskusi film yang dipandu Muhammad Syaeba, Dosen Teori Sastra FKIP Unasman itu menyebutkan, film yang diangkat dari novel seringkali mengalami kegagalan dalam menangkap pesan nyata yang ada dalam novel. Namun itu hal itu lumrah saja dalam sebuah film yang bersumber dari novel, sebab film secara teknis harus menghitung baik durasi, penokohan dan penyimbolan yang tertayangkan kepada penonton.

"Saya kira mengangkat secara utuh novel ke dalam film akan akan sulit untuk dilakukan, sebab mediumnya saja sudah berbeda. Belum lagi problem teknis lainnya yang harus disesuaikan dengan seni sinematografhy," urai Syariat.

Namun, baik Subair maupun Syariat sama berpendapat bahwa film ini telah mampu menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat Indonesia, ditengah gencarnya film-film yang berkecenderungan menayangkan penomena kota. Sedang dalam film Sang Penari ini yang tampak justru adalah realitas kampung yang tradisional mistis, realitas sejarah dan realitas sosio kultural masyarakat Banyumas.

Tak urung, acara nonton dan diskusi yang digelar sejak pukul 19.30 hingga pukul 23.30 itu menuai banyak pertanyaan dari peserta yang direspon serius serta seru pula oleh kedua pembicara.[ran/***] 

(Diunduh dari kabarmandar.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar