Senin, 26 Maret 2012

Dominasi Investor Dalam Konflik Agraria


Laporan : Muhammad Sikin

Bagai episode yang tak pernah habis mewarnai perjalan bangsa yang cuma berganti wajah. Namun tabiat dan tingkah lakunya tak ada yang berubah. Beragam cerita yang mencuat, kesemuanya menggambarkan ketimpangan dan ketidakadilan yang berkepanjangan.

Tragis, gelombang perlawanan rakyat terhadap kenyataan hidupnya sebagai warga negara yang tidak dipenuhi sehingga memperhadapkannya kepada berbagai macam tindak kekerasan. Salah satu satu bentuk protes terhadap kesenjangan sosial yang terjadi, dimana kebijakan negara lebih pro terhadap pihak korporasi. Ironis!!! korban jatuh dari pihak rakyat.

Apa sebenarnya skenario besar di balik tragedi yang menimpa rakyat Indonesia ? dan dimana posisi pemerintah sebagai pelaksana kebijakan dan penyambung lidah rakyat dalam menjalankan fungsi-fungsi sebagai lembaga milik rakyat. Ataukah ada kolusi kepentingan antara pihak pemerintah dengan pihak korporasi (perusahaan)?
Berikut petikan wawancara singkat dengan Idham Arsyad selaku Sekertaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA) dan juga salah satu pentolan aktivis PMII kelahiran Polewali Mandar yang begitu disegani pada zamannya. Saat itu, ia ditemui Soera Pergerakan di kediaman orang tuanya di Jl. Jendral Sudirman Polewali, minggu (5/02/2012).




1.Apa kira-kira yang menjadi akar masalah sehingga terjadi konflik agraria ?
Salah satu hal yang menjadi penyebab terjadinya konflik agraria adalah karena ketimpangan dan penguasaan kepemilikan lahan atau kekayaan alam yang begitu luas biasanya dari badan-badan usaha atau perusahaan. Disaat bersamaan ada petani yang tidak memiliki tanah di mata negara.

Itulah kemudian menyebabkan timbul konflik. Kalau misalnya tanah-tanah tersebut yang dikuasai berangkat dari tanah-tanah yang digarap oleh rakyat dengan alasan pemenuhan kebutuhan hidup. Kemudian terjadi penggusuran di dalamnya itulah kemudian yang menimbulkan konflik.

Hal mendasar yang mengilhami fenomena ketimpangan itu karena memang kebijakan terkait dengan pengelolaan tanah dan sumber daya alam ini memang berorientasi kepada kepentingan pengusaha. Jadi orientasi untuk kepentingan rakyat itu sangat sedikit. Sehingga banyak berimbas pada ketimpangan dan ketidakadilan.
Terjadilah kemudian perlawanan dalam rangka memperjuangkan hak hidup oleh sebagian besar rakyat Indonesia yang merasa dikebiri haknya. Jadi penyebab utamanya adalah ketimpangan di sektor agraria dan ketidakadilan

2.Bagaimana dengan posisi aparatur negara, dalam hal ini pihak keamanan terkait penanganan konflik agraria ?
Nah, sering kali penanganan konflik agraria oleh aparat keamanan tidak menggunakan cara-cara persuasif sehingga sering menimbulkan kekerasan di dalamnya. Misalnya, peristiwa Bima (baca;NTB) yang menggunakan cara-cara kekerasan hingga menjatuhkan korban dari pihak rakyat. Jadi tidak semua konflik agraria ada konflik di dalamnya, akan tetapi cara penanganannya yang melibatkan aparat keamanan yang menggunakan cara-cara represif yang biasanya melahirkan konflik.

3.Apa sebenarnya yang terjadi antara pemerintah dengan korporasi, kenapa pemerintah begitu mudah mengeluarkan kebijakan terhadap korporasi terkait ijin operasi dalam melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam ?

Mungkin karena kebutuhan investasi, karena biasanya pemerintah daerah sering kali terjebak atas keinginan membangun wilayahnya tapi dengan cara mendatangkan investor. Salah satu investasi yang paling gampang sebenarnya adalah pengerukan sumber daya alam.

Alasan pemerintah lebih berpihak terhadap pihak pengusaha karena alasan kepentingan investasi dan mungkin juga ada sebuah persekongkokolan antara “penguasa” dengan “pengusaha” dalam menguasai sumber daya alam.

4.Bagaimana pandangan bapak mengenai Sulawesi Barat, dalam tanda kutip “kerawanan konflik agraria” ?

Jika saya melihat Sulawesi-Barat dalam perspektif masa depan, dimana terdapat begitu banyak akses yang bisa menjadi titik rawan terjadinya konflik agraria. Karena cara pemerintah mengeluarkan izin hanya berangkat dari subjektifitas pemerintah yang melihat orintasi pembangunan dari satu sisi saja. Dan mungkin sudah ramai diberitakan kasus yang saat ini terjadi di Mamuju Utara, antara para petani sawit dengan pihak Astra. Ada juga kasus yang baru-baru ini terjadi di Polman, yaitu kasus PT. ISCO dengan masyarakat Duampanua.

Nah, dalam kondisi demikian, korporasi (perusahaan) memiliki peluang yang sangat besar untuk menancapkan tonggak eksploitasi terhadap sumber daya alam. Dampak industrialisasi terkhusus di daerah Sul-Bar bisa sangat beragam diantaranya rusaknya ekositem alam, terjadinya pemiskinan serta berbagai macam implikasi yang timbul kemudian. Seharusnya pemerintah mengkajinya secara mendalam sebelum memberikan izin terhadap perusahaan. (ed/ma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar