Rabu, 23 November 2011

Anomali “Pembangunan Berlanjut ” di Polman

TEKS OLEH : MUHAMMAD ARIF

Belum lama ini, saya dan seorang kawan berkunjung ke kampung halaman saya di Paropo desa Mombi kecamatan Alu Kabupaten Polewali Mandar. Sepanjang perjalanan, saya mengamati di ruas-ruas jalan banyak baliho bertebaran. Dari kota Polewali hingga setibanya saya di kampung, beragam gambar dari baliho-baliho tersebut yang mewartakan tentang para calon Gubernur dan Wakil Gubernur jelang pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Sulawesi Barat 2011, yang sedianya akan digelar 10 oktober mendatang.

Gambar-gambar bisu ini jika dicermati seolah ingin menyampaikan ke dalam benak masyarakat bahwa ada banyak tokoh di Sulawesi Barat yang kapabel dan kompeten dalam memimpin propinsi termuda di Indonesia ini kedepan. Tak luput dari pandangan saya, ada juga gambar Bupati Polewali Mandar “Ali Baal Masdar (ABM)” berpose dengan para lurah dan kepala desa beserta aparatnya, yang juga seolah ingin meng-infiltrasi ke ruang batin masyarakat Polewali Mandar (selanjutnya disingkat Polman), tentang keberhasilan “pembangunan” yang dipimpinnya selama hampir satu dasawarsa ini.

Card Stacking & Politisasi birokrasi

Dari sudut pandang komunikasi, pola penyampaian pesan dengan penggunaan media baliho, plakat, dan sebagainya yang digunakan oleh Bupati Polman tersebut merupakan bentuk komunikasi propaganda model Card Stacking yang olehnya menyampaikan pesan-pesan politik dengan menonjolkan hal- hal yang baik saja, sehingga publik akan menilai dari satu sisi (Nurudin, 2001).

Bentuk komunikasi seperti ini merupakan cara memberikan kemungkinan terbaik bagi masyarakat yang memandangi baliho-baliho tersebut. Apalagi masyarakat awam yang tidak mengerti seluk beluk system pengelolaan pemerintahan di bumi Tipalayo.

Tetapi, jika kita mencermatinya dan melacak lebih dalam lagi. Terutama, jika kita menggunakan pendekatan analisis wacana kritis (critical discourse analisis) dalam memaknai baliho yang mengikut sertakan kades dan lurah itu, justru pemaknaannya akan menjadi berbeda. Pandangan ini lahir dari sebuah perspektif pemikiran seorang tokoh filsafat yaitu Michel Foucault yang kemudian saya pakai dalam memaknai hubungan antara wacana dan kekuasaan yang berkaitan satu sama lain dalam mengamati jalannya pemerintahan di Polman ini.

Menurut Foucault, pandangan kita tentang suatu objek dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh struktur diskursif. Wacana dicirikan oleh batasan bidang dari objek, defenisi yang paling dipercaya dan dipandang paling benar. Persepsi kita dibentuk oleh wacana yang dianggap benar tadi. Wacana membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan batas-batas yang telah ditentukan (Erianto. 2001)
Fakta dengan adanya baliho yang menyertakan para kades, lurah, dan aparat-aparatnya terkesan terjadi politisasi birokrasi. Banyak pihak yang beranggapan bahwa Bupati Polman menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk melakukan tekanan terhadap para birokrasi yang ada dibawahnya, dalam rangka memenangkan pencalonannya dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.
Mengenai konsep pembangunan berlanjut yang selama ini digembar-gemborkan, ada baiknya kita menelisik realitas secara satu persatu dibawah ini.

Sulitnya Akses Transportasi
Pembangunan berlanjut dengan visi “Terciptanya Pemerintahan yang Baik dan Terpercaya Berdasarkan Nilai Agama dan Budaya” hanya menjadi slogan pelengkap yang salah satunya tertera di sejumlah baliho-baliho yang terpasang tadi. Namun, konsep atau visi tersebut sepatutnya harus betul-betul diimplementasikan secara menyeluruh. Masih banyaknya daerah-daerah belum tersentuh akses transportasi terutama di daerah pegunungan dan itu perlu mendapat perhatian.
Dalam perjalanan saya ke kecamatan Tubbi Taramanu (Tutar) tepatnya di daerah Patulang desa Ambopadang beberapa minggu lalu. Jalan yang menanjak lengkap dengan bebatuan terjal terutama di daerah perbatasan Luyo-Tutar, dan sesekali pula kami mendapati ada baliho Bupati Polman yang terpasang di sepanjang jalan tersebut. Ada pemandangan memilukan yang sempat mengerutkan kening saya waktu itu. Seperti tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, masih banyak jalan yang rusak belum mendapat perbaikan. Jalanan rusak itu seolah memohon belas kasih di hadapan baliho sang Bupati agar mendapat perhatian. Kawan yang kebetulan berasal dari sana mengutarakan bahwa jalanan dengan bebatuan terjal di daerah Siratuang Luyo adalah sisa-sisa peninggalan mantan Bupati Polmas yaitu Almarhum H.S. Mengga. Bahkan, masyarakat disana (baca; desa Batupanga daala, Luyo) mengutarakan bahwa jalanan tersebut dianalogikan sebagai jalan menuju neraka.

PAD dan kerusakan lingkungan.
Selain sulitnya akses transportasi, ada juga fakta yang mengundang kegelisahan kita. Sesuai hasil wawancara saya dengan salah seorang anggota DPRD Polman (tidak mau disebutkan namanya). Wawancara tersebut seputar polemik soal ganti rugi tanah yang belum jelas penyelesaiannya. keberadaan PT ISCO Polman Resource (selanjutnya akan disingkat PT. ISCO) yang diklaim oleh beberapa pihak telah menyerobot sebagian tanah warga yang tidak masuk dalam wilayah eksplorasi, dan proses penyelesaiannya masih ditangani oleh pansus (panitia khusus) yang dibentuk oleh DPRD Polman. Cerita yang lebih memiriskan, keberadaan PT ISCO ini dianggap oleh pemerintah daerah sebagai sebuah berkah karena akan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, tanpa berfikir dampak yang akan ditimbulkan akibat pengerukan hasil bumi dalam hal ini tambang bijih besi (mangan). Apabila dilakukan secara terus menerus lambat laun akan terjadi kerusakan ekologi di sekitar tambang dan pada akhirnya menimbulkan bencana.

Tengok saja pemberitaan yang pernah dimuat oleh Fajar Edisi Rabu, 10 November 2010
“Najamuddin Ibrahim berharap pengertian warga membantu pemerintah dalam mempermudah iklim investasi. Kehadiran investor akan berdampak positif terhadap masyarakat dan daerah, khususnya dalam meningkatkan pendapatan asli daerah yang sangat diperlukan membiayai kegiatan pembangunan.”

Paring Waluyo Utomo dari hasil penelitiannya yang berjudul “Merebut ruang dari kendali rezim tata ruang (menelusur pola industry migas di Bojonegoro)” yang diterbitkan oleh Desantara foundation Jakarta, dengan judul buku “Bencana Industri”. Menurutnya, lemahnya posisi para pengambil kebijakan (decition maker) ketika berhadapan dengan mega proyek triliunan rupiah merupakan fenomenon yang banyak terjadi di daerah-daerah di Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 1999 dan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001, disebutkan bahwa pihak perusahaan yang melakukan proses eksplorasi harus menyertakan pembuatan analisis dampak lingkungan (Amdal), yang secara bertahap harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Selain itu, di dalam pasal 3, PP No. 27 tahun 1999 dicantumkan” kegiatan eksplorasi sumber daya alam merupakan “jenis kegiatan/tata usaha yang berdampak penting bagi perubahan lingkungan hidup”.

Berkaca dari penelitian Mas Paring, dan mengaitkannya dengan keberadaan PT. ISCO sudah barang tentu aktivitas PT ISCO yang ada di desa Duampanua juga harus mempunyai ijin Amdal. Disinilah peran Bupati memiliki otoritas untuk mengeluarkan ijin Amdal tersebut. Dan pertanyaannya kemudian, apakah penambangannya mempunyai ijin Amdal atau tidak ? kalaupun ada, ijin Amdal tersebut harus disosialisasikan kepada masyarakat disekitar kawasan tambang. Karena bagaimana pun, masyarakat berkepentingan mengetahuinya.

Selain itu, menurut informasi yang didapat oleh penulis dari sejumlah pembicaraan para aktivis LSM dan mahasiswa. Bahwa lokasi yang ditempati oleh PT ISCO tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Padahal, dari segi tata ruang, hutan lindung merupakan kawasan terlarang yang tidak dibolehkan dalam melakukan aktivitas penambangan. Tetapi, kemudian Pemkab Polman mengeluarkan surat keputusan yang memberikan ijin bagi perusahaan tersebut untuk melakukan penambangan. Dalam pemberian ijin, warga setempat juga harus mengetahui apa, siapa, dan untuk apa aktivitas penambangan tersebut. Dan sepengetahuan saya itu harus disosialisasikan secara bertahap.

Pembangunan oleh APBD atau PNPM ?
Selain problem tambang PT ISCO Polman Resource dengan masyarakat Duampanua diatas, ketersulitan akses transportasi dapat digeneralisasikan dengan APBD Polman tahun 2010 yang besaran anggarannya mencapai 500 milyar rupiah. Jumlah yang demikian besar ternyata hanya menjadi impian semu bagi sebagian besar masyarakat Polman untuk menikmatinya secara merata. Tak pelak, hanya dana-dana karikatif seperti PNPM saja yang banyak memberikan kontribusi terhadap pembangunan fisik di daerah-daerah pelosok. Meskipun disadari, dana PNPM adalah dana pinjaman dari Bank Dunia (World Bank) yang dipinjamkan ke negara-negara berkembang sebagai bentuk penjajahan baru. Ini dilakukan karena sudah tidak memungkinkan lagi dilakukan penjajahan fisik. Oleh karenanya, banyak yang mengasumsikan bahwa pinjaman itu akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk melunasinya. Tetapi apa boleh buat, seperti itulah realitas yang dialami oleh masyarakat Indonesia hari ini, tak terkecuali masyarakat Polman. Dan ironi, terkadang bantuan PNPM tersebut banyak yang mengklaim sebagai andil dari pemerintahannya.

Penutup
DEMIKIAN. Pada akhirnya, saya selaku penulis tidak punya pilihan lain dalam mengakhiri tulisan ini selain menyebutkan sekali lagi bahwa perlu adanya sikap kritis kita bersama dalam mendedah perjalanan roda pemerintahan di Polman. Meskipun dalam tulisan ini banyak fakta-fakta lain yang belum sempat saya cantumkan. Tetapi besar harapan saya, semoga melalui tulisan sederhana ini dapat menjadi bahan diskusi bagi pemerintah daerah baik itu eksekutif maupun legislatif agar lebih transparan dan partisipatif guna memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Pembangunan sejatinya bukan cuma para elit yang menikmatinya. Melainkan, dirasakan seluruhnya oleh kalangan grass root (masyarakat bawah) tanpa terkecuali.

Penulis adalah Aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) dan saat ini masih terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) ,
Universitas Al-Asyariah Mandar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar