Kamis, 24 November 2011

Mencari Bupati Dan Legislator yang Memahami Rakyatnya

Oleh : Herman

Di saat tengah malam suntuk, sembari terdengar bunyi gemercik hujan di balik pelepah daun pohon pisang yang terletak pas di samping rumah. Penulis memilih beranjak dari pembaringan. Ada kegelisahan yang cukup berat dan kelopak mata pun sangat sulit untuk dipejamkan. Kegelisahan itu bukan tanpa sebab. Yaitu tiada lain karena memikirkan nasib kampung halaman yang tak kunjung mengalami perubahan berarti dalam sepuluh tahun terakhir ini. Sebut saja daerah dimana penulis lahir dan dibesarkan oleh kedua orang tua. Kalimbua, yang terletak di kelurahan Batupanga, kecamatan Luyo, kabupaten Polman. Sebuah kampung yang dalam keseharian masyarakatnya mayoritas

masih berpegang teguh dengan kultur lokal yang sudah menjadi warisan turun temurun dari nenek moyang.

Hal yang paling menggelisahkan, ketika melihat kondisi kampung tak kunjung berubah. Jalan yang semakin rusak, mulai dari kampung hingga menuju ke daerah pegunugan di Kecamatan Tubbi Taramanu (Tutar). Sampai sekarang ini, dan waktu yang belum terlalu lama berlalu. Pernah salah seorang sahabat sesama mahasiswa Unasman yang kebetulan tinggal di kampung Ratte Kallang, Tutar dan begitu mengeluhkan kondisi jalan saat berangkat dari tempat tinggalnya menuju Kalimbua.

Kinerja Legislator dipertanyakan
Selanjutnya, sahabat penulis itu mempertanyakan mengenai kinerja para legislatif terutama mereka yang berasal dari daerah pemilihan (Dapil) 3 yaitu kecamatan Campalagian, Luyo, dan Tutar. Kami pun lama berdiskusi tentang kinerja para wakil rakyat yang ada di daerah ini. Seharusnya, para wakil rakyat di dapil ini lebih memperhatikan pembangunan di daerahnya” keluh sahabat penulis waktu itu.

Karena bagaimanapun, orang-orang yang sudah terlegitimasi namanya dalam lembaga perwakilan rakyat ini dan mengecap status baru sebagai bapak/ibu yang terhormat ini memperlihatkan kepada konstituen bahwa amanah yang ada di pundaknya betul-betul di embannya dengan baik. Bukan malah datang, duduk, dengar, dan diam di gedung dewan dan menikmati segala fasilitas yang telah disediakan oleh hasil keringat rakyat yang memilihnya.

Padahal, pada saat diselenggarakanya pemilihan umum (pemilu). Janji manis yang diucapkan sungguh sangat membuat rakyat terbuai dan mampu meyakinkan rakyat bahwa merekalah para pahlawan dari Dapil 3. Tetapi, yang terjadi kemudian realitas masih tetap seperti ini. Kemana janji itu ?

Jalanan Rusak, Bencana, & Gangguan Kesehatan
Sebuah fakta empiris yang bisa diceritakan dalam keluhan singkat ini. Dua bulan yang lalu tepatnya wilayah Salutengge-Siratuang desa Batupanga Daala, Kecamatan Luyo. Kondisi jalan yang memprihatinkan, disertai bukit yang semakin tampak gundul. Selain itu, aspal sudah tidak terlihat, akibat terkelupas. Pengalaman ini penulis dapati pada saat kunjungan ke rumah salah seorang sahabat di kampung Kamande, Kecamatan Tutar. Perjalanan yang penulis lalui kesana bisa terbilang cukup lama. Ini dikarenakan lama perjalanan yang banyak dihabiskan untuk menghindari lubang dan bebatuan terjal.

Fakta lain yang saat ini masih menimbulkan tanda tanya besar dalam diri sebagai warga Kalimbua. Tiada lain, sejak beroperasinya pabrik aspal yang terletak di desa Batupanga Daala (bersebelahan dengan Kalimbua). Mobil perusahaan aspal yang lalu lalang setiap hari dengan mengangkut muatan berat yang tidak sesuai bobot jalan. Sehingga yang terjadi kemudian jalanan semakin bertambah rusak.

Bukan cuma itu saja. Dampak negatif lain yang ditimbulkan dengan keberadaan pabrik aspal tersebut sungai yang terletak di desa Batupanga Daala, tampak semakin dalam dan melebar, karena diakibatkan pengerukan material (batu). Rakyat pun dihantui kecemasan akan bayang-bayang terjadinya banjir dan bencana alam lainnya.
Selain dua dampak negatif diatas. Keluhan rakyat Kalimbua dan sekitarnya terjadinya polusi udara akibat debu yang beterbangan. Ini dikhawatirkan terganggunya kesehatan paru-paru yang bisa mengancam saluran pernapasan, dan bisa menimbulkan penyakit seperti Infeksi saluran pernapasan (Ispa), asma dan penyakit berbahaya lainnya.

Kebijakan tidak Populis
Disini, penulis mencoba mengutip isi artikel dari tabloid Kareba Mandat edisi III/juni-juli 2010 yang berjudul mencari “Bupati yang bisa berenang, memanjat gunung dan berjalan kaki”. Bila mencermati judul di atas bahwa hampir semua pemimpin yang sekian banyak yang mengikuti jalannya pesta demokrasi tidak ada satupun yang bisa memenuhi janjinya kepada rakyat. Malahan, cuma pesta demokrasi hanya di jadikan sebagai alat untuk meng-hegemoni rakyatnya dalam memenangkan pesta demokrasi di kabupaten yang bersangkutan (Kabupaten; Pangkep).
Fenomena yang ada di kabupaten Pangkep tersebut, saya coba komparatifkan dengan fakta yang ada di kabupaten Polman hari ini. Dimana, hajatan demokrasi yang digelar pada empat tahun lalu (2008) dimenangkan oleh incumbent Bupati Polman yakni Ali Baal Masdar (ABM). Seiring dengan kepemimpinannya tersebut, tetapi belum membuat masyarakat puas dari karya program-program pembangunannya, yang katanya akan melanjutkan pembangunan dengan slogan “Pembangunan Berlanjut”.

Perlu dipahami bahwa Pancasila terutama pada sila ke lima secara jelas menyatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, ada juga Pasal 28H ayat (2) “ Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna memcapai persamaan hidup berkeadilan”.
Ada juga Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah. Menimbang: dalam poin (a) bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang – Undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945 pemerintahan yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya. kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jika ketika mencermati bunyi undang – undang di atas. Kita bisa saja mengatakan bahwa implementasi kebijakan pemerintah sekarang tidak seperti kontesk yang ada dalam isi dan batang tubuh konstitusi. Mengapa penulis mengatakan demikian karena fakta empiris yang mengajak ruang batin untuk mengatakan tidak adanya ketidak adilan yang dialami oleh masyarakat di beberapa daerah di Polman, terutama kampung halaman penulis sendiri yang saat ini masih membutuhkan perhatian serius pemkab dan DPRD Polman.

Pembangunan Pilih Kasih
Jika kita mencoba membandingkan pembangunan fisik yang ada di wilayah 4 (Balanipa, Tinambung, Limboro, Alu) sangat jauh berbeda dengan pembangunan jalan di kecamatan Luyo dan kecamatan Tubbi Taramanu. Aspal yang mulus, ditambah konstruksi beton sepanjang desa Lemo-susu, kecamatan Limboro, sampai ke desa Alu, Kecamatan Alu.

Padahal, kalau berbicara kewajiban, rakyat yang ada di Luyo pun membayar pajak tagihan pemerintah. Sehingga kami sebagai warga menuntut keadilan dari pemkab Polman. Karena bgaimanapun, kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pembangunan di daerah haruslah merata.

Pesan penulis kepada seluruh pembaca, kiranya memberikan solusi agar tentang cara apa yang harus ditempuh sehingga pemkab dan DPRD Polman bisa lebih adil dalam menggelontorkan dana untuk membiayai pembangunan fisik. Apalagi, tidak lama lagi rakyat Polman akan kembali menghadapi pesta demokrasi yaitu pemilihan kepala daerah (pemilukada) Polman pada tahun 2013 mendatang.

Kita tidak ingin lagi memilih orang yang hanya mementingkan kepentingan kelompok dan keluarganya ketimbang rakyat kecil yang saat ini masih membutuhkan pemenuhan hak dasar. Tetapi, bagaimana memilih pemimpin yang betul-betul mahfum dengan kondisi masyarakat yang saat ini masih terbelit dengan sejuta problem, karena hak-hak dasarnya yang tidak terpenuhi secara maksimal.(ed/ar)

Penulis adalah Ketua Umum Komunitas Diskusi
“Peco-Peco Kampus”
Periode 2011-2012.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar