Rabu, 23 November 2011

REFLEKSI PLURALITAS DAN EKSISTENSI NILAI KEBUDAYAAN MANDAR

Oleh : Muhammad Sikin

Mengutip pernyataan ( Koentjaraningrat, 1990 : 187-189) bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan system gagasan,nilai-nilai, serta hasil dari tindakan manusia . di dalam wujud terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang diterima seseorang sebagai kesatuan anggota masyarakat.

Dari anggapan diatas, dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Kebudayaan adalah Nilai

Indonesia pada dasarnya memiliki kebudayaan yang sangat beraneka ragam terbentang dari Sabang hingga Merauke. Dan setiap kebudayaan itu akan senantiasa memiliki system nilai atau konsep yang berbeda pula tentang cara pandang dalam memberikan bentuk konkret terhadap idea tau gagasan dalam bentuk adat istiadat bermasyarakat serta masih banyak pembeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.dan kita sebagai aplikator atas nilai nilai itu harus mampu mengaplikasikan nilai budaya dan tentunya kita harus memahami perbedaan perbedaan kebudayaan yang ada di masyarakat.
.
Bertolak dari anggapan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwasannya kebudayaan secara garis besar adalah nilai yang sangat berpengaruh dalam kelangsungan kehidupan manusia dan sekaligus dijadikan sebagai landasan dalam mengatur kehidupan social bermasyrakat.
Uraian singkat yang telah disebutkan sebelumnya memicu terhadap lahirnya suatu pertanyaan, apakah nilai nilai luhur dari pluralnya kebudayaan itu sudah menjadi corak hidup bangsa kita sebagai bangsa yang terdiri dari banyak pemaknaan sebagai prodak dari ide dan gagasan itu atau justru sebaliknaya ditengah gempuran modernisme nilai itu justru menjauh dari pola hidup masyrakat kita sebagai landasan dalam melakukan interaksi sebagai satu kesatuan masyrakat dan untuk menjawab ini tentunya kita perlu melakukan kajian yang mendalam disertai upaya mencoba membaca fakta empirik di masyarakat.

Kurikulum Pendidikan yang Keliru

Di ruang lingkup sosial masyarakat kita saat ini, terjadi begitu banyak dinamika atau pergeseran sebagai akibat perkembangan kebudayaan yang masuk dan berbaur dengan masyrakat kita. Seperti contoh, dalam dunia pendidikan, kurikulum di sekolah pada mata pelajaran sejarah lebih mengedepankan corak kejayaan kerajaan yang terdapat di pulau tertentu dengan berbagai macam peninggalan artefak, system social masyarakat, kepercayaan, hukum atau adat istiadat dan sebagainya. Padahal, jika kita merefleksi peristiwa sejarah di masa lampau. Di tanah Mandar, juga terdapat kerajaan besar salah satunya kerajaan itu ialah Balanipa serta masih banyak kerajaan yang tergabung dalam pitu ulunna salu dan pitu ba’bana binanga. Begitupun fakta fakta sejarah kejayaan kerajaan tersebut masih bisa kita temui sampai saat ini. Mandar di zaman kejayaan kerajaan ini pun memiliki corak system sosialnya yang mengatur pola hidup masyarakat tentang bagaimana cara berperilaku, berinterksi atau berkomunikasi serta proses pelaksanaan hukum yang mengatur kehidupan masyarakat saat itu.

Bisa kita pastikan kalau hal tersebut terus-terusan terjadi, maka akan berdampak terhadap tertutupnya nilai nilai atau perwujudan kebudayaan jika kita diarahkan untuk menjauh dari akar budaya dan kultur kita.

Refleksi ini bisa kita gunakan untuk mencoba menggugah serta menanamkan kesadaran baru terhadap paradigma berfikir kita yang naïf dalam membaca dampak pergeseran sebagai akibat modernisme terhadap khazanah lokalitas. Kalau hal ini dibiarkan berlarut tanpa adanya langkah praksis maka bukan hanya nilai itu akan hilang dalam masyarakat. Tetapi, hal itu juga akan berdampak pula pada hilangnya corak hidup yang membedakan kita antara satu dengan yang lain.
Maka dari itu,marilah kita secara bersama menkonstruk cara berfikir kita yang kritis dan diharapkan proses-proses yang kita lakukan bisa mengangkat citra budaya atau kebudayaan daerah sendiri terkhusus di bumi Mandar ini.

Selain itu, sebagai filter untuk menyaring adanya dampak atau dinamika yang akan menggeser khazanah budaya kita sendiri. Mandar Secara subtansial mengandung begitu banyak nilai dan tentunya kemajemukan itu akan menjadi satu bahan kajian yang sangat menarik dan tentunya akan sangat mencerdaskan.


Penulis adalah Mahasiswa pada Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Al- Asyariah Mandar, Sulbar. Berkecimpung dalam Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Polewali Mandar. Saat ini aktif di Café Baca Asy’ariah dan Padepokan Sastra Mpu Tantular, Sulbar.



Tulisan ini pernah dimuat di media online seputarsulawesi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar