Selasa, 22 November 2011

Menela’ah Takhfir (Pengkafiran) dan Tahdlil (vonis sesat) Secara Gegabah

Pengkajian Al- Muhaddist dan Tokoh Ulama Sunni Prof. Dr. Abuya Syaikh Muhammad Alawi Al- Maliki yang pernah divideokan oleh Dar- EL- hijrah present.


Teks oleh : Muhammad Arif



Apakah pemahaman Ahlusunnah Waljamaah tentang Takfir ?
Sebuah pertanyaan luas, komprehensif, dan merupakan bab pembuka dalam kitab “Mafahim Yajibu An Tushahah” yang dikarang oleh Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al- Maliki baik yang klasik maupun kontemporer. Diantaranya adalah kitab utama Al- Milal wa an- Nihal, dan Al- Mazhabib al- Islamiyah. Sebagaimana pembahasan itu juga ditulis oleh Syekh As-Sujistani, Ibnu Hazm, Ibn Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan As-Syatibi. Banyak para ulama umat Islam yang juga menulis tentang hal itu. Para ulama Muslim generasi berikutnya juga menulis beberapa risalah dan juz serta kitab - kitab monumental yang menerangkan tentang hakikat masalah ini (baca; Takfir dan Tahdlil).

Akan tetapi, paradigma umum bagi imam umat Islam yang berkaitan tentang pengkafiran (Takfir), dan penyesatan (Tahdlil), klaim klasik (Tafsiq), serta klaim keluar dari agama, sesungguhnya menurut Abuya Said Muhammad Alawi Al- Maliki (selanjutnya akan ditulis Muhammad Alawi Al-Maliki) ada beberapa tingkatan yaitu yang mungkin saja diklaim bahwa apa yang diperbuat itu sesat, bisa jadi bahwa perbuatannya itu “Fasik” atau bisa jadi perbuatannya itu dituduh “Bid’ah.”

Lebih lanjut, Muhammad Alawi Al-Maliki mengutarakan bahwa pemahaman ini mengharuskan adanya dalil, kita tidak mungkin menempuh cara dengan pemahaman tadlil, atau kita menghukumi, menyamaratakan, sampai mengklaim kafir. Bisa jadi perbuatannya ini mengandung unsur “Dhalalah (sesat)”, sebagaimana dalam hadist “Semua yang Bid’ah itu sesat.” Maka tidak mungkin kita klaim bahwa kalimat Dhalalah (sesat) ini akan mengantarkan pada kalimat “kafir.”Atau jika perbuatan ini masuk dalam kategori “fasik” , tidak mungkin kita menilai kalimat fasik mengantarkan pada “Syirik.”

Dari sinilah muncul pemahaman-pemahaman yang kontroversial, pada saat yang sama muncul pula perbedaan pendapat serta saling bantah membantah. Selain itu, muncul juga kelompok-kelompok para ilmuwan dengan ada yang memahami kalimat takfir dengan kalimat dhalalah, ada yang memahami kalimat syirik dengan kalimat fasik. Ada juga yang memahami kalimat “Baroroh (lepas tanggung jawab)” sehingga akan menyeret pada hukum “kafir,” hingga akhirnya mengantarkan pada tuduhan masuk neraka.

Sebagian perbuatan diancam dengan hukuman neraka. Tidak mungkin kita mengklaim bahwa perbuatan seseorang dengan cap kafir hanya karena mereka diancam dengan hukuman neraka. Banyak hadist yang menyebutkan tentang ancaman neraka jahannam. Banyak juga hadist yang menerangkan tentang tidak adanya harapan masuk surga.
Dari sinilah orang-orang berselisih pendapat dalam mengukur mereka berpijak dalam pemahaman “masuk neraka” . Mereka pun menghukumi orang yang masuk neraka itu dengan cap kafir secara gegabah dan serampangan. Mereka pun datang dengan menyebar cap sesat, karena beranggapan perbuatan ini sesat dan menyesatkan, atau dikarenakan perbuatan ini “bid’ah” sedangkan setiap yang bid’ah itu sesat. Mereka juga menghukumi orang lain dengan klaim “syirik”, dan seterusnya.

Oleh karena itu, para ulama tampil untuk memberikan batasan, dan mengatakan bahwa terdapat beberapa hadist yang menerangkan tentang hukum “kafir.” Tetapi, hukum kafir disini perlu dikerucutkan lagi.

Dengan apa ? yaitu dengan beberapa pendekatan. Diantaranya dan ini yang paling populer, paling urgen, paling agung, bahwa orang yang melakukan hal itu dengan menganggap halal, dia yakin bahwa Alquran tidak menjelaskan hal ini. Bila melakukan hal itu, mungkin bisa menyebabkan hal itu kafir.

Sebagai contoh, ada sebuah hadist dari Rasulullah SAW.
Beliau bersabda ”Mencaci orang muslim itu perbuatan Fasik, dan membunuh orang Muslim itu perbuatan fakir.”

Tidak mungkin kita menghukumi setiap pembunuh dengan klaim kafir. Demikian, mereka katakan, “betul!”. Apa pendapat anda dengan dengan hadist “ bahwa membunuh sesama muslim itu hukumannya kafir”?. Para ulama kemudian menjawab “Hadist ini artinya, membunuhnya itu kafir, bagi yang menganggap halal atasnya.” Begitu pula yang membunuh karena disengaja, karena durhaka, atau disengaja.” Tidak mungkin kita hukumi mereka dengan “kafir.”

Begitu juga ada dalam hadist, bahwa yang memutus hubungan silaturrahim, maka tidak akan masuk surga. Tidak mungkin kita akan mengklaim bahwa orang yang memutus hubungan silaturrahim bahwa ia telah kafir.
Ada beberapa hadist yang menyatakan
“ apabila melakukan pekerjaan tertentu, maka ia tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium aromanya”
Sedangkan aroma harumnya surga sejauh perjalanan demikian, mereka mengatakannya “tidak” maka dengan demikian barang siapa yang melakukan pembunuhan dan menganggap halal, sedangkan menganggap halal perbuatan maksiat yang dilakukan seseorang, sedangkan dia tahu bahwa perbuatannya itu maksiat dan menyalahi agama. Tidak sama dengan orang yang melakukan perbuatan, yang ia yakini kehalalannya, hal itu tidak berdosa dan Al-Quran juga tidak menetapkan hal itu.
Atau ada seseorang yang mengingkari satu hukum agama, fenomena ini tidak bisa diputuskan dengan permasalahan tadi. Tidak mungkin kita menghakimi dia dengan vonis kafir atau syirik.

“barang siapa bersumpah bukan atas nama Allah, maka dia telah syirik”

Tidak mungkin kita datang mengklaim, bahwa orang yang bersumpah dengan nama Rasul, dengan nama Alquran, atau bersumpah dengan atas nama “Ka’bah” dan seterusnya, akan kita katakan “anda kafir!, anda musyrik!.” Karena orang yang bersumpah selain Allah perlu di Takwil. Secara niscaya orang yang dimaksud kafir disini, yaitu kekafiran karena menganggap halal dengannya. Yaitu menganggap halal perbuatan yang diharamkan.

Oleh karena itu, banyak yang keliru dalam menakar, dan mereka pun berdalil dengan beberapa hadist. Yang didalamnya menerangkan tentang vonis kafir. Dalam kasus pembunuhan, kemaksiatan, dan dalam beberapa amaliyah yang telah ditentukan atau disebutkan hukumnya oleh Allah swt atau oleh nabi Muhammad saw, bahwa yang melakukan hal itu adalah kafir. Seperti orang yang meninggalkan sholat. Disebutkan dalam beberapa hadist, bahwa yang meninggalkan sholat itu adalah kafir. Kita tidak mungkin menggunakan aturan ini lalu diberlakukan terhadap setiap orang yang meninggalkan sholat.

Mereka bertanya” apakah ia meninggalkan sholat?”, jawabnya “iya”, sehingga ada yang mengklaim bahwa orang yang meninggalkan sholat itu kafir. Olehnya itu, menurut Muhammad Alawi Al-Maliki bahwa yang dimaksud kafir disini adalah orang yang meninggalkan sholat karena menentang sholat, dan menganggap halal karena meninggalkannya dan tidak meyakini akan kewajiban sholat.

Hal diatas menurut beliau termasuk kemurtadan, dan yang terjadi ketika Rasulullah SAW wafat dan pergi kehadirat ilahi. Pada saat itu, Syaidina Abu Bakar Assidiq bangkit memerangi kaum yang murtad. Dan para kaum murtad itu bukan termasuk golongan yang kafir. Diantara mereka ada yang kafir, inilah yang menolak hukum Islam secara totalitas (kulli). Diantara mereka ada juga yang ahli maksiat, inilah golongan yang menolak mengeluarkan zakat (golongan yang mengatakan bahwa “mereka tidak akan menunaikan zakat, karena zakat itu untuk Rasulullah dan Rasulullah telah tiada, maka tidak mungkin kita akan menunaikan terhadap agama”). Ini adalah bentuk penolakan terhadap satu dari beberapa hukum agama. Bagian ini juga termasuk kategori Hururubur riddah (memerangi kaum murtad).

Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa mereka semua murtad, bahwa mereka semua syirik. Syaidina Abu Bakar Assidiq pernah bangkit memerangi dan menumpas mereka, karena semua kafir ! “tidak” diantara mereka ada juga yang kafir karena menentang agama, meyakini bahwa sholat itu tidak wajib dan meninggalkannya. Orang tersebut mendapat hukuman tersendiri.

Diantara mereka pula, ada yang lalai (menganggap enteng). Mereka meninggalkan sholat dan meyakini bahwa sholat itu wajib. Meninggalkan puasa dan yakin bahwa puasa itu wajib. Mereka tidak puasa karena terpaksa. Karena lalai, atau karena malas. Orang yang tidak sholat (lalai), menunda puasa, mereka tidak sama dengan para penentang, yang sama sekali tidak beriman dengan perintah sholat secara total, atau mereka yang mengingkari sholat.

Oleh karena itu, ada aturan main atau neraca dalam beragama yang wajib dijadikan pengikat (pedoman). Para ulama juga telah membatasinya. Mereka mengatakan, bahwa segala yang datang dari teks-teks hadist dalam mendekskripsikan para pelaku kemaksiatan dengan kalimat kafir , seperti tidak sholat, tidak puasa, dan pelanggaran hukum lainnya, kita tidak dapat memutlakkannya secara lahiriah. Dan tidak layak memahaminya secara tekstual.

Setidaknya kita menganalisa dulu terkait orang yang tidak sholat. Apakah sholat karena menantang, karena meremehkan, atau karena malas?
Mengenai itu semua, ada beberapa pandangan. Kita tidak akan mempersoalkan, apakah ia kan dibunuh atau tidak. Karena masalah tersebut berbeda lagi. Menurut sebagian mazhab, dia wajib dibunuh bila meninggalkan sholat. Tetapi, ada pengklasifikasian, antara dibunuh karena faktor kekafirannya, dan antara dibunuh karena meninggalkan perintah (hukum) Allah. Bila ia dibunuh karena melanggar hukum Allah, maka statusnya muslim. Dan dia masih berhak atas warisan istrinya, anak-anaknya, dan juga kepadanya. Artinya, bila dia meninggal dia berhak dimandikan dan dikafani, serta dikubur dipemakaman umat Islam.

Berbeda jika kita membunuhnya karena kekafirannya, maka orang tersebut kafir. Istrinya tidak mewariskan harta kepadanya. Antara dia dan istrinya tidak ada ikatan apa-apa. Dan tidak diperlakukan sebagaimana perlakuan bagi jenazah muslim.
Inilah barometer yang perlu diperhatikan mengenai nash. Intinya, menurut Muhammad Alawi Al- Maliki adalah dengan dua kalimat bahwa terdapat beberapa teks hadist, yang mendeskripsikan tentang kekafiran sekelompok orang, bahwa mereka dianggap kafir. Deskripsi tentang kekafiran ini tidak layak digunakan oleh seseorang berdasarkan pemahamannya semata.

Seperti hadist yang berbunyi

“ jangan kau kembali kafir sesudahku, sebagian diantara mereka ada yang saling memukul lehernya (membunuh).”

Ini para sahabat, bukankah mereka saling berperang? Apa yang mereka hasilkan dari perang?
Apakah diberlakukan hadist ini, hingga semua sahabat kafir?
Karena nabi Muhammad SAW bersabda
“ jangan kau kembali pada kekafiran sesudahku. Sebagian diantara mereka saling memukul lehernya.”

Artinya, antara para sahabat yang bertikai, antara syaidina Ali dan Muawiyah, serta orang-orang yang terlibat dalam perang ini, semua kafir? Atau mereka keluar dari agama Islam?

Tak seorang pun Ahlusunnah Waljamaah berpendapat demikian. Oleh karena itu, perlu ada pentakwilan dari kata-kata kafir. Yang artinya, “janganlah kalian kembali seperti orang kafir sesudahku. Atau kalimat kafir karena mengabaikan nikmat.
Pemahaman tentang pentakfiran dan pentadlilan berkembang sejak seseorang dirasuki kesombongan. Disaat seseorang mengunggulkan dirinya dan meremehkan orang lain. disaat dia mengklaim bahwa dialah yang benar dan orang lain keliru. Jika pola fikir ini berkembang dan tumbuh dibenak seseorang, maka akan berkembang pula paradigma “takfir” .

Seperti hadist yang telah disebutkan, dan dianggap oleh syaikh Alawi al Maliki sebagai hadist yang mahsyur, yaitu kala Rasulullah duduk bersama para sahabatnya. Tiba-tiba ada seseorang yang masuk mesjid. ketika dia masuk, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat.
“Sungguh aku melihat pada wajah lelaki itu, karakter syetan.”
Nabi pun bersabda lagi
“di wajahnya ada syetan, mendekatlah kepadanya.”
Para sahabat pun mendekati orang itu.
Selanjutnya nabi bersabda lagi kepada lelaki itu.
“saya harap kamu jujur kepadaku, tidakkah saat kamu mendatangi kami, tidakkah nampak dibenakmu, bahwa kamu merasa orang yang paling baik di mesjid ini ? ” sabda Nabi.
Lelaki tadi menjawab
“Betul, ya Rasulullah.”
Nah, lihatlah pengakuan orang ini terhadap Rasulullah. Lelaki tadi yakin bahwa dia yang paling utama diantara yang lain, padahal disana ada Rasulullah. Kemudian, lelaki itu beranjak dan pergi untuk sholat.
Abu Bakar Ass-Shidiq berkata,
“Ya Rasulullah siapa yang bicara tadi?”
Rasulullah bersabda kepada para sahabat
“siapa yang dapat mendatangkan kepalanya untuk saya ?, atau siapa yang mampu membunuhnya?”
Abu Bakar Asshidiq menjawab
“saya ya Rasulullah”
Rasulullah bersabda
“pergilah kepadanya!”
Abu Bakar bertanya dan kembali, Rasulullah pun bertanya
“apakah kamu sudah membunuhnya?”
Abu Bakar menjawab
“ tidak, ya Rasul. Aku jumpai ia sedang sholat”
Nabi pun bersabda
“saya tahu, kamu pasti tidak mampu membunuhnya, lalu yang akan menghadapinya?”
Umar pun menjawab
“saya ya Rasulullah!”
Syaidina Umar berangkat dan mendapati orang itu sedang sujud.
Dan Umar berkata “ bagaimana saya harus membunuh orang yang sedang sujud? Saya harus meminta pendapat Rasulullah”
Umar pun mendatangi Nabi. Seraya Nabi pun lamgsung bertanya kepada syaidina Umar
“apa kamu sudah membunuhnya”
Umar menjawab
“tidak ya Rasulullah, saya jumpai ia sedang sujud, saya datang untuk musyawarah, apakah saya akan membunuh orang yang sujud?”
Rasulullah menjawab
“saya tahu kamu tidak berhasil membunuhnya”
Syaidina Ali berkata
“saya ya Rasulullah, yang akan menghadapi orang itu?”
Jawab Nabi
“Hadapilah dia, tapi kamu tidak akan menjumpainya”
Ali berangkat dan tidak lagi mendapati orang itu, karena orang tadi telah pergi.
Ketika Ali kembali, Rasulullah SAW bersabda,
“ Tahukah kalian siapa dia?
Sahabat bertanya
“siapa dia ya Rasulullah?”
Rasulullah bersabda lagi
“dia itu adalah fitnah. Andai kau membunuhnya hai Ali, niscaya ada dua yang akan mati dalam Islam.”
Menurut Prof. Dr. Abuya Syaikh Muhammad Alawi Al- Maliki, dari kisah diatas kita dapat memetik pelajaran bahwasannya Allah SWT menggambarkan “fitnah” dari lelaki ini, yang lalu tiba-tiba datang. Atau yang dimaksud fitnah dalam perbuatan adalah lelaki ini dari anak cucunya dan para pengikutnya inilah kelak akan melahirkan keresahan dan fitnah.
Itulah dia syetan, apa yang terjadi dengan fenomena syetan?
Kala ia (syetan) berkata “ saya lebih mulia dari pada Adam, saya dari api dan dia dari debu”
Bukankah itu bukti pertanda kesombongan? Bukankah itu wujud keangkuhan dan meremehkan yang lain?
Itulah kesombongan, keangkuhan, dan pelecehan pada manusia.itulah fakta yang terjadi atas kesombongan syetan.
Suatu ketika juga ada lelaki lain yang mendatangi Rasulullah SAW. Dia memegang leher nabi dan nabi pun merespon orang tersebut. Dan orang itu berkata kepada nabi,
“berbuat adillah wahai Muhammad”
Siapakah orang itu, kok nabi dikatakan demikian. Masuk akal kah timbangan mau ditimbang? Amal perbuatan manusia akan ditimbang dengan timbangan. Dan nabi adalah timbangannya umat. Bagaimana kita akan mengatakan pada timbangan ini (Muhammad).
Lalu nabi menjawab
“gimana kamu, kalau aku tidak adil siapa yang lebih adil?”
Spontan, Khalid Bin Walid berkata
“saya bunuh dia, ya Rasulullah! Akan saya potong kepalanya ya Rasulullah”
Rasulullsh Muhammad SAW bersabda,
“orang ini sholat, dan termasuk orang yang menegakkan sholat, orang ini bukan si pemicu fitnah yang tadi”.
Syaidina Khalid bin walid berkata
“berapa banyak orang yang sholat, dan dipenuhi dengan kemunafikan?”
Rasulullah Saw bersabda,
“saya tidak memerintahkan membedah hati orang”
Kemudian pada kesempatan lain, datanglah orang itu bersama temannya.
Dan Rasulullah SAW bersabda,
“akan muncul kelak dari tulang sulbi orang ini…”
Camkan bagaimana hadist Nabi ini mendeskripsikan kepada kita bahwa banyak kelompok yang serupa bermunculan saat ini, di era ini, dan dimasa ini. Persis dengan sabda Rasulullah SAW.
“Akan muncul dari tulang sulbi orang ini suatu kaum yang akan meremehkan sholat kalian, dengan sholat mereka, meremehkan puasa kalian dengan puasa mereka”.
Artinya, mereka giat dalam sholat, sering berpuasa, mereka suka membaca alquran melebihi kalian. Tetapin tidak ada yang menyentuh sanubari mereka. Mereka menyampaikan agama, ibarat melepaskan anak panah dari busurnya. Artinya, hati mereka penuh kebusukan, kedengkian, kesombongan, ekstrimisme, dan radikalisme. Inilah yang kita saksikan hari ini.


Inilah sebenarnya entri point bahwa hari ini ekstrimisme benar-benar ada. Dan ini disebabkan penghinaan terhadap orang lain. karena kesombongan, serta keyakinan bahwa hanya merekalah yang berhak masuk surga, dan orang lain masuk neraka.
Ditambah, hanya aqidahnya lah yang dianggap paling benar, dan aqidah orang lain, wal iyyadu billah, adalah syirik dan kafir. Dari sinilah titik awal pemikiran ekstrim tersebut.

Sedangkan vonis takfir pertama kali dipicu karena adanya ketidak sopanan kepada suami puteri junjungan (Muhammad SAW) umat ini, yaitu Syaidina Ali Bin Abu Thalib. Tatkala orang Khawarij bergabung dengan syaidiana Ali, dan mereka menjadi pasukan pembela syaidina Ali.
Awalnya, mereka adalah pecinta Ali, pembenar Ali, dan ingin membantu Ali dan membelanya. Tetapi, ketika syaidina Ali kembali kepada jalan yang benar dan ingin menjaga tertumpahnya darah umat Islam, mereka sombong terhadap syaidina Ali. Mereka mengatakan, tiada hukum yang benar selain hukum Allah.
“Anda kafir, hai Ali” seru orang khawarij
Ya, mereka mengkafirkan Ali!, mereka katakana bahwa Ali telah kafir. Mereka meninggalkan Ali dan keluar dari barisan Ali. Orang-orang Khawarij mengkafirkan syaidina Ali. Mereka katakan Ali itu kafir.Wal iyyadu Billah.
Syaidina Ali yang oleh Rasulullah dinikahkan dengan puterinya Al- Batul, dimana Rasulullah SAW menjadikannya saudara, yang disabdakan oleh Nabi ,
“saya kotanya ilmu, dan Ali pintunya”
Itulah syaidina Ali Bin Abi Thalib.
Nah, kemunculan para penghuni neraka tersebut (kaum khawarij) kemudian mereka mengkafirkan Syaidina Ali bin Abi Thalib?
Marilah kita kaji peranan syaidina Ali, sebagai contoh. Mereka mengkafirkan Ali, menvonis Ali dengan cap syiri, mengklaim Ali bahwa Ali sesat dan menyesatka, dan ketika ada beberapa orang yang mendatangi Ali, mereka membicarakan perihal kaum khawarij, mereka mengatakan,
“orang Khawarij itu kafir”
Ali jawab
“tidak!”
“mereka bukan orang kafir!”
Mereka bertanya
“kenapa?”
Ali menjawab
“mereka adalah golongan yang lari dari kekafiran”
Mereka berkata lagi
“baiklah, syaidina Ali, mereka(khawarij) adalah golongan munafik”
Ali menjawab
“tidak!”
“orang munafik tidak pernah mengingat Allah kecuali sedikit. Mereka senantiasa mengingat Allah”
Orang-orang ini bertanya lagi
“jadi, orang-orang ini siapa ya, sayyid, ya Ali ?”
“padahal mereka ,mengkafirkan anda, memvonis anda sesat dan syirik, lalu anda katakana mereka tidak kafir, munafik, dan musyrik.”
Syaidina Ali menjawab,
“mereka adalah saudara kita, yang disesatkan oleh Allah, lalu mereka dibutakan. Atau lebih jelasnya mereka dilumpuhkan oleh fitnah.”
Dari kisah ini maka umat Islam meyakini munculnya faham-faham yang mengkafirkan orang lain, muncul pertama kali dari golongan khawarij yang membelot dari pasukan Ali. Itulah cikal bakal munculnya budaya takfir (pengkafiran).

Pertanyaannya sekarang, adakah dalil Alquran atau hadist yang menyatakan bahaya takfir ?
Apakah batasan umat Islam sehingga mereka gampang mengatakan anda “kafir.”
Sesungguhnya, hakikat takfir ini adalah dampak paling buruk dari takfir ini. adalah kasus terorisme seperti yang kita saksikan saat ini. Karena dalam beberapa rentang waktu selama ini dianggap sebagai bagian dari Mujtahidin, mereka tidak memahami esensi dari takfir dan tahdlil. Mereka tidak mempertimbangkan masalah yang ada dan mulai melancarkan tuduhan kafir secara serampangan, kepada siapa saja yang melakukan amaliyah yang berbeda.

Bila ada seseorang yang berbeda dalam satu masalah, mereka langsung memvonis “syirik” dan “sesat”. Banyak putera-puteri yang di didik dalam pendidikan model ini. mereka adalah pemuda bisa dianggap mempunyai ketulusan.mereka memilki ghirah, tetapi ketulusan ini tidak berkembang dengan baik. Akan tetapi, mereka disibukkan dengan kegiatan yang tidak layak. Yaitu, bahwa mereka adalah pemuda yang kuat. Dan mendengar dari guru mereka, bahwa orang itu musyrik. Apa yang akan diserap oleh pemuda ini? ghirah dari pemuda ini?

Pasti, para pemuda ini akan mengambil pisau, parang dan menusuk/menikam orang musyrik yang dikatakan oleh guru mereka tadi. Terjadilah fitnah, terror, dan tindakan anarkis. Perwujudan sekarang adalah terorisme yang merupakan gambaran dari kondisi sebelumnya, yang dirasakan oleh pemuda akibat dari didikan gurunya.

Oleh karena itu, menurut hemat penulis bahwa paradigma “takfir” dan “tahdlil” adalah merupakan paradigma yang sangat berbahaya dan merusak. Dan keduanya inilah yang mengilhami lahirnya faham terorisme dan ekstrimisme seperti yang marak terjadi beberapa tahun terakhir di negara kita. Kasus bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon serta kasus penyerangan jamaah Ahmadiyah di Cikeusik Banten adalah bukti nyata semakin menjamurnya faham fundamental-radikal yang senantiasa mengancam eksistensi keberagaman (pluralitas) yang bernaung dibawah panji-panji Pancasila. Pemahaman takfir dan Tahdlil secara sesat merupakan pandangan yang diproduk dari pendekatan sempit tanpa kajian holistic (menyeluruh), karena tidak melihat Islam sebagai agama yang rahmatan lil- alamin.

1 komentar:

  1. The King Casino Online ᐈ Get 50% up to €/$100 + 50 Free Spins
    Get 50% up to €/$100 + 50 wooricasinos.info Free Spins · Visit the official site · Log in to your Casino Account ford escape titanium · If you https://jancasino.com/review/merit-casino/ do not agree to the terms 1xbet app of the terms 출장안마 of the agreement,

    BalasHapus