Senin, 28 November 2011

Celana Robek Tapi…..????

Oleh : Ahmadi Haenur (Kancil)



Di kalangan mahasiswa, pengembangan kapasitas pengetahuan adalah hal terpenting. Sebab, output ketika menjadi sarjana, otomatis itu akan dipertanggung jawabkan. Karena mau tidak mau kita dituntut demikian.

Proses pembelajaran dalam kelas tidak memungkinkan sebahagian mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang layak. Kenapa penulis mengatakan hal tersebut..? pertanyaan ini dapat kita kembalikan pada birokrasi kampus karena mereka lah yang lebih tahu tentang problem itu, terkhusus lagi bagi para dosen yang memang digaji untuk mencerdaskan mahasiswa. Bukan justru sebaliknya, membungkam daya kritis mahasiswa karena cara mengajarnya yang tidak mendidik.

Jadi jangan heran ketika ada mahasiswa ling-lung pada saat ujian. Bagaimana tidak, mahasiswa berangkat ke kampus hanya 3D (Datang, Duduk, dan Diam). kemudian seperti yang dibahasakan para sahabat; dosen asal-asalan, mahasiswa senggol-senggolan. Kemudian mahasiswa pun seakan-akan acuh tak acuh dengan kuliahnya. Dan ini fakta.
Namun tidak semua mahasiswa sama dengan fakta diatas. Karena ada juga mahasiswa secara style (Celana robek), sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang mahasiswa atau seorang terpelajar. Akan tetapi di bidang kapasitas pengetahuan mereka memiliki itu.

Pentingnya kita merefleksi bahwa tidak semua apa yang kita lihat itu benar, karena secara simbolitas (karakter tampilan) memang kita dapat terjebak, tampilan luar bisa saja berwarna hitam namun belum tentu yang didalam, siapa yang tahu didalam warnanya putih terus diluarnya hitam.

Ini salah satu problem yang perlu diketahui oleh dosen, sebab perspektif dosen kepada mahasiswa yang berpakaian urakan, seakan-akan dianggap mahasiswa preman yang tidak beretika dan tidak mempunyai kapasitas apa-apa. Tetapi perlu dosen kembali menganalisis, di dalam diri manusia terdapat akal pikiran dan perasaan yang tidak dapat dilihat, siapa yang tahu jika mahasiswa itu berhati “Tawadhu’”.
Analisis penulis mengenai beberapa dosen, sama sekali kurang melihat psykologi mahasiswa, sehingga terkadang dosen merasa tidak dihargai ketika tampilan mahasiswa berpakaian robek.

Dinamika kampus akhir-akhir ini, seakan-akan menenggelamkan budaya intelektual apalagi di koridor akademik, sebab masih kurangnya perhatian mahasiswa terhadap pengembaraan----ilmupengetahuan. Kita bisa lihat di hari-hari biasanya, betapa lumranya mahasiswa berkeliaran di lingkungan kampus ketimbang membaca buku dan berdiskusi di areal kampus.

Di lingkungan kampus Unasman sendiri, fenomena yang patut kita teladani bersama, dimana masih ada mahasiswa yang resah yang kemudian membentuk komunitas-komunitas kecil, untuk menfasilitasi sahabat-sahabatnya dalam menggali ilmu pengetahuan, tanpa penulis harus menyebut kelompok mana. Tetapi, yang terpenting tradisi tersebut akan membangkitkan semangat mahasiswa sehingga akan terbentuk kesadaran tentang apa sebenarnya hakikat mahasiswa.

Dan lucunya, yang berinisiatif membentuk kegiatan-kegiatan kecil ini, adalah mahasiswa yang dianggap preman oleh sebagian dosen. Jadi disini kita dapat merefleksi bahwa pakaian robek atau seronok, bukanlah simbolitas sebagai seorang bajingan, penjahat, preman dll. Tetapi, sejatinya ukuran menagapa dia dikatakan mahasiswa, sebab ada kesadaran yang terbangun pada dirinya bahwa menjadi seorang mahasiswa adalah bagaimana menuntut ilmu pengetahuan setinggi-tingginya , kemudian mengimplementasikannya pada ruang sosial. Maka, membaca, persentase, diskusi, dan menulislah, Insya Allah cita-cita luhur tersebut akan kita gapai.

Wallahul muwaffieq ila aqwamith tharieq
Penulis adalah warga PMII Polman.
Saat ini berproses di Café Baca Asyariah
dan Komunitas Diskusi Peco-Peco Kampus. Selain itu, terdaftar sebagai warga Padepokan Sastra Mpu Tantular

Tidak ada komentar:

Posting Komentar